MIMBAR-RAKYAT.Com (Jakarta) – Simpang-siur nasib Mantan Dirut Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan selesai sudah. Dia dijebloskan ke RutaN Pondok Bambu, Senin (24/9) sekitar pukul 14:00 lebih.
Penahanan ini sekaligus simbol bahwa Kejaksaan Agung tidak pilih-kasih dalam penegakan hukum, khususnya dalam penanganan kasus akuisisi usaha tambang ROC Oil (Australia) oleh Pertamina. Kerugian negara sekitar Rp568 miliar.
“Sepanjang memenuhi unsur seperti diatur dalam perundangan. Siapapun ditahan,” tegas Direktur Penyidikan pada Pidana Khusus Warih Sadono saat dikonfirmasi, beberapa waktu sebelum penahanan.
Karen yang ditemui saat akan memasuki kendaraan tahanan untuk mengantarnya ke Rutan Pondok Bambu berkata dengan terbata-bata dan nampak terpukul atas penahanan tersebut.
“Selama, saya menjabat Dirut Pertamina selalu mengacu kepada ketentuan,” ujarnya diiringi air mata yang perlahan jatuh ke pipinya usai diperiksa lima j, sejak pukul 09. 00 WIB, di GedunG Bundar.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Adi Toegariman dan Direktur Penyidikan Warih Sadono yang turun beberapa saat usai penahanan memberikan isyarat akan menjelaskan sore hari, berhubungn ada urusan. “Nanti sore, saya kebetulan ada urusan lain,” Adi menjelaskan alasan.
GENADES
Sebelum ini, Karen sudah sempat diperiksa, Rabu (12/9), tapi urung ditahan karena pemeriksaan dilakukan sebagai saksi untuk tiga teraangka main dalam perkara yang sama.
Kehadirannya diduga setelah diancam akan ada upaya paksa, bila pada panggilan ketiga masih mangkir.
Dari tiga tersangka lain, dua diantaranya sudah ditahan. Mereka, adalah Mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederick Siahaan (FS), Kamis (30/8) sore sekitar pukul 04. 00 WIB dan Bayu Kristanto (Mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) Direktorat Hulu PT Pertamina, Rabu (8/8) telah ditahan di Rutan Kejagung
Satu tersangka lagi, Chief Lefal Council and Compliamce Pertamina Genades Pandjaitan belum ditahan. Genades, Karen dan Frederik dijadikan tersangka, 22 Maret 2018. Bayu Kristanro, 23 Januari 2018.
Dalam catatan, penahanan Mantan Dirut Pertamina sudah kedua kali dilakukan. Yang pertama, Faisal Abda’oe dalam kasus pemanfaatan bekas eksplorasi sumur minyak di Prabumulih, Bunyu
dan lainnya. Namun, dia meninggal dunia dalam status tahanan.
TIDAK PROFESIONAL
Kasus berawal, 2009 saar Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mengakuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken, 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar
itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian
kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir.
Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp 568
miliar. (ahi/d)