Friday, March 29, 2024
Home > Cerita > Cerita Pendek > Hidup itu Sebenarnya Indah,  Cerpen Hendry Ch Bangun

Hidup itu Sebenarnya Indah,  Cerpen Hendry Ch Bangun

Ilustrasi Cerpen - Hidup itu Sebenarnya Indah. (sepositif.com)

September mestinya ceria. Tapi langit terus dipenuh kabut.  Gerimis kadang turun. Angin dingin menderu di antara pohonan dekat rumah. Suasana alam membuat semangat untuk bekerja menjadi anjlok. Sehabis salat subuh maunya tidur-tiduran saja. Badan terasa pegal. Pikiran buntu. Perasaan tidak menentu.

Tidak ada yang salah sebenarnya. Pekerjaan terus datang dari kantor, untuk diselesaikan di rumah karena dia masih kena jatah Work From Home. Biasanya semua itu dia selesaikan sehabis mandi pagi dan sarapan. Kemudian menjelang pukul 16.00 seluruh naskah atau file yang menjadi tugasnya dikirimkan kembali via email ke kantor.

Istrinya pun masih riang menyapa, mengucapkan selamat pagi, mencium pipinya, sebelum mengerjakan sendiri tugas kantornya. Yang kadang-kadang diselingi menengok kebun kecil di samping rumah. Merawat bunga aneka macam yang ditaruh di pot ataupun ditanam di secuil tanah yang tersisa.

Bisa jadi Budi bosan dengan pandemi Covid-19 yang sudah satu tahun setengah membelenggu sehingga dia dan keluarga tidak bisa berlibur ke luar kota, yang kerap dilakukan di era normal. Jangankan ke tempat wisata, ke tempat perbelanjaan untuk sekadar makan bersama ataupun duduk di tempat ngopi sulit dilakukan. Terkurung di rumah, bahkan di kamar kerja. Dia mengalami trauma ruang sempit. Bernafas pun terkadang sesak.

Tapi mau dikata apa? Semua orang mengalaminya. Budi merasa dia sebenarnya beruntung karena tidak terkena pemutusan hubungan kerja, tidak ada pemotongan gaji, hanya uang makan dan uang transportasi karena memang bekerja dari rumah. Dia melihat banyak teman kuliah dulu, koleganya,  terpaksa harus berhemat-hemat karena dipensiun dini atau disunat pendapatan untuk mengurangi biaya operasional perusahaan.

Pengojek tradisional di pangkalan mereka, saat dilewatinya ketika berolahraga pagi, makin sulit dapat muatan. Warung-warung kekurangan omzet karena keluarga yang berbelanja mengurangi belanjaan mereka.  Tukang roti sering terlihat stoknya masih penuh di siang hari. Tukang bakso, pedagang keliling, makin kesulitan mendapatkan pembeli.

“Mestinya kamu bersyukur. Masih digaji bulanan. Kita hanya ngurusin rasa jenuh, mereka itu untuk makan saja masih harus mencari hari demi hari,” kata istrinya suatu ketika.

“Aku tahu, tapi kan kejenuhan ini nyata. Kadang kalau sudah sumpek, mau ngapain saja serba salah,” katanya menjawab.

“Harus banyak berdzikir. Banyak bersyukur. Banyak berdoa supaya hati jadi lega.”

Budi sudah melakukan semua saran istrinya. Tetapi barangkali salatnya kurang khusuk, doanya kurang konsentrasi sehingga dia tidak sepenuhnya berdialog dengan Allah Tuhan Yang Maha Esa sehingga keresahannya hilang. Dia hanya merasa tenang setelah beribadah. Setelah itu rasa galaunya lagi.

Aku harus melakukan apa? Katanya dalam hati.

***

Budi terkadang menghilangkan kejenuhan hatinya dengan berjalan kaki, menelusuri jalan-jalan di kampung yang melingkupi perumahannya. Di sebagian tempat masih ada pohon-pohon besar seperti belinjo, kenari, yang menyejukkan mata. Suasana perkampungan memang sudah sesak, kian sedikit tanah kosong karena sudah dipenuhi rumah petak yang disewakan bagi pendatang oleh penduduk asli.

Dia kadang menyapa orang-orang yang dikenal, yang entah mengapa, mencipkan kegembiraan. Cukup banyak yang dia kenal karena dia merupakan penduduk lama di perumahan itu, sejak baru menikah sudah pindah, sehingga sering juga dia berhenti sebentar untuk sekadar ngobrol.

Tetapi karena pandemi Covid-19, Budi juga membatasi diri dalam berkomunikasi. Meskipun sudah memakai masker saat berolahraga, dia tidak berani ngobrol lama atau berdekatan karena risiko penularan. Ada berita yang menyebut droplet dapat melompat ketika berbicara lebih dekat dari 50 cm. Budi jadi kadang ketakutan juga, lalu membatasi diri.

Maka akhir-akhir ini kalaupun bertemu kenalan, Budi hanya melambai saja. Dia pun tersenyum, entah apakah diketahui atau tidak, karena dia pakai masker. Ya mudah-mudahan saja.

“Pap biar nggak bosan jalan kakinya, pakai headset saja. Enak sambil dengar lagu-lagu,” usul istrinya suatu saat.

Kebetulan Budi memiliki alat pendengar yang dilekatkan di telinga itu, digunakan kalau ada rapat dengan zoom atau Google meeting dengan laptop. Jarang dia pakai mendengarkan lagu seperti kebanyakan orang. Dia hanya manfaatkan untuk bekerja.

“Boleh juga ya. Meski repot juga sih kalau jalan digelantungi ponsel,” katanya.

Tetapi dia sempat ragu karena membaca beberapa kali, orang yang mengalami kecelakaan karena berjalan kaki sambil mendengarkan lagu. Atau pengendara sepeda motor yang tabrakan karena tidak mendengar klakson karena keasikan mendengar lagu. Bahkan di kota Seoul, Korea Selatan, pemkot setempat membuat larangan untuk berjalan kaki sambil memasang headset akibat berbagai insdiden kecelakaan.

Mendengarkan lagu-lagu kesenangan sambil berolahraga membuat langkahnya ringan. Waktu tidak terasa tahu-tahu sudah setengah jam dan menempuh jalan ke berbagai tempat seperti yang biasa dilalui.

Masalahnya, karena mendengar lagu, bila bertemu teman atau kalau ada yang menyapa, dia hanya melambai tanpa tahu apa kalimat yang diucapkan tetangganya itu. Mudah-mudahan mereka tidak tersinggung, pikirnya. Ada rasa senang, tapi malah timbul persoalan baru. Galaunya tidak menghilang, malau bertambah.

***

Entah mengapa suatu kali dia mendengar lagi Somewhere Over  The Rainbow yang dinyanyikan korps musik Angkatan Laut AS, yang dimedley dengan What A Wonderfull World yang dinyanyikan Louis Armstrong. Lagu yang indah, menenangkan.

Semasa kecil di kampungnya di kaki gunung, Budi sering melihat pelangi di langit ketika sinar matahari disapu gerimis. Bersama teman-teman dia akan melompat kegirangan sambil menunjuk-nunjuk ke awan. Pelangi, yang juga kerap dinyanyikan semasa kanak-kanak, yang menggambarkan indahnya ciptaan Tuhan.

Dia ingat lirik kedua lagu itu. Kesulitan tidak pernah akan hilang. Kesusahan akan selalu ada di sekeliling kita. Tapi ayolah lihat dunia dari sisinya yang indah. Kalau kita memandangnya dengan hati yang ceria maka apapun terlihat menyenangkan. Orang yang berjabat tangan, bunga mawar yang mekar kemerahan, bahkan anak bayi yang menangis. Di balik pelangi, semua rasa susah akan cair bagai air lemon.

Itulah masalahnya selama ini, pikir Budi. Dia kerap memandang segala sesuatu dengan kacamata negatif. Sama seperti wartawan yang selalu mengambil angle bad news,–padahal mungkin ada sudut pandang yang positif–sehingga informasi yang ditonjolkan sisi buruknya saja.

Tiupan angin dingin menerpanya. Budi lalu memandang ke luar jendela. Ada daun gugur yang berwarna kuning kecoklatan.

“Dia sudah berbahagia karena selesai menjalankan tugasnya, menampung sinar matahari sehingga klorofil menjadi enerji yang ikut membesarkan pohon tempatnya tumbuh”, katanya dalam hati.

Ada jalinan daun sirih yang lebat, berdaun lebar, menjalar sampai ke pagar.

“Dia siap dipetik, untuk direbus dan dimanfaatkan bagi kesehatan tuan rumah yang menanam,” katanya lagi. ”Pasti dia senang karena bisa memberi.”

Ada tunas dari biji alpukat yang dia taruh di pot dua minggu lalu, sisa dari alpukat yang dia beli untuk dijadikan semacam jus dengan dicampur coklat susu. Baru tegak sekitar lima sentimeter tetapi bakal pohon itu kelihatan sehat dan mungkin kelak selain memberikan buah, dia akan melindungi rumah ku dari terik matahari, pikir Budi.

Betapa banyak keindahan di sekeliling kita. Terkadang kita tidak memperhatikan nikmat ciptaan Tuhan Sang Pencipta karena sibuk dengan perasaan yang tidak menentu, yang moody. Betapa tidak bersyukurnya kita. Memang benar, kalau lautan dijadikan tinta dan seluruh pohon yang ada di dunia dijadikan pena, itupun belum cukup untuk menuliskan nikmat dariNya.

“Maafkan aku Tuhan,” kata Budi dalam hati. Dan dia segera berwudhu.

***

Ciputat, 7 September 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru