Friday, March 29, 2024
Home > Berita > Evaluasi Pansus TNGC Hasilkan 14 Titik Zonasi

Evaluasi Pansus TNGC Hasilkan 14 Titik Zonasi

Anggota Pansus TNGC DPRD Kuningan, Toto Tohari, Dede Sembada, Rani Febriyani, Muhammmad Apip. (dien)

Mimbar-Rakyat.com (Kuningan) – Panitia Khusus Evaluasi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) DPRD Kuningan menggelar jumpa pers di Ruang Banggar, DPRD Kuningan, Senin, memaparkan hasil kerja selama delapan bulan.

Ketua Pansus TNGC, Dede Sembada, memaparkan hasil kerjanya selama delapan bulan, yaitu adanya pemisahan kawasan konservasi di dalam hamparan atau kawasan enclave.

“Dibentuknya pansus ini adanya aspirasi yang disampaikan oleh 22 desa sejak tahun 2013, ini sudah lama sekali. Setelah kami melakukan pengkajian, kami menemukam fakta pansus di antaranya diduga ada cacat prosedural,” ujarnya.

Hal ini sudah disampaikan ke Kementrian Kehutanan melalui  Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, kemudian dicari solusinya.

“Kemudian dicarilah win-win solutionnya, yaitu 14 titik yang berada di luar hamparan kawasan TNGC dikeluarkan dari wilayah itu,  untuk nanti diusulkan menjadi Tahura, dan termasuk didalamnya ada TWA Linggarjati, yang diusulkan agar menjadi Tahura yang pengelolaannya bisa diolah oleh Pemkab Kuningan,” paparnya.

Ke-14 titik itu, antara lain terbagi di delapan kecamatan, di Kecamatan Pasawahan, ada Buper Padamatang, Buper Cikole – Padamatang, Situ Cicereum – Kaduela, Cibuluh – Kaduela, Buper Simonyet, Batu Luhur Padabeunghar.

“Kemudian di Kecamatan Mandirancan, ada Cibulakan – Randobawa Girang, Kecamatan Cilimus yaitu Ciawi dan Setianegara, selanjutnya Kecamatan Jalaksana yaitu Cibulan – Maniskidul dan Sadamantra,” tambahnya.

Kecamatan Cigugur, ada Desa Cigugur, dan Sukageuri – Desa Cisantana, serta di Kecamatan Cilimus yakni TWA Linggarjati. “Dari 14 titik tersebut mencapai total luas keseluruhannya 84,028 Hektar. “Saya juga mengusulkan hal itu diubah menjadi hutan taman raya agar lahannya bisa dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten,” ujarnya.

Sedangkan alasan dipisahkan 14 titik tersebut, karena awalnya juga wilayah-wilayah yang berada di luar kawasan hamparan hutan itu, diklaim secara sepihak oleh BTNGC. “Karena saya lihat dari sisi pengaturan zonasinya, tidak ada rekomendasi dari Pemerintah Daerah,sehingga wilayah – wilayah yang tadinya dipegang oleh pemerintah daerah itu diambil secara sepihak,” jelasnya.

Menurutnya BTNGC wilayah konservasi TNGC adalah wilayah milik Perhutani.

“Maka dari itu seharusnya sebelum adanya surat rekomendasi dari tim terpadu maka SK itu sudah terbit. Nah ini SK terpadu belum turun Zonasi TNGC sudah terbit, selain surat rekomendasi dari pemerintah daerah juga belum ada,dan hal itulah yang menurut kami, cacat prosedural,” ungkapnya.

Pihaknya menyampaikan bahwa ada ketentuan sesuai uu no 41 tahun 1999 sebagaimana diubah uu no 19 tahun 2004 tentang kehutanan, di pasal 60 disebutkan bahwa masyarakat dapat mengawasi penyelenggaraan kehutanan.

“Kami dari DPRD sudah tentu undang – undang no 23 tahun 2014, yang menunjuk lembaga DPRD adalah representasi dari perwakilan rakyat sehingga sudah tentu kami dprd mempunyai kewenangan untuk  melakukan evaluasi terhadap taman nasional, yang secara operasional di kabupaten kuningan ini adalah tngc,” imbuhnya.

Maka dari itu, sambungnya, untuk mengakomodir kepentingan masyarakat yang sudah menanam Multy Purpose Tree Species (MPTS) atau penanaman pohon secara heterogen,  jauh sebelum adanya taman nasional ini makanya pihaknya merekomendasikan kepada Balai TNGC untuk menetapkan zona tradisional.

“Nantinya untuk memberikan akses kepada masyarakat untuk mengambil hasil hutan hutan kayu , jadi bukan menebang kayu tapi   tanaman MPTS atau Multispesies yang ada di sana,” jelasnya

Contoh tanaman MPTS itu seperti alpukat,  buah-buahan yang sudah ada disana sehingga masyarakat yang sudah menanam tanaman  itu diberikan akses.

Menurutnya hal itu perlu diberlakukan zonasi tradisional sehingga masyarakat tidak diberikan akses ini sebagai komitmen dilaksanakannya SIRJeN s 56 tahun 2005, tanggal 26 Januari 2005, bahwa pengelolaan taman nasional itu akan dilaksanakan secara kolaborasi, kolaboratif  berpedoman pada kemenhut  hidup saat itu, kemenhut no 19 tahun 2004.  (dien/arl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru