Tuesday, March 19, 2024
Home > Cerita > Masker,   Catatan A.R. Loebis

Masker,   Catatan A.R. Loebis

Masker. (weather.com)

Masker, sepertinya, menjadi kata paling kerap disebut di dunia, karena alat pelindung wajah itu dipakai orang sejagad. Dianjurkan, bahkan dipaksa dipakai, selain mencuci tangan dan menjaga jarak. Tiga hal ini merupakan protokol kesehatan dunia.

Masker sudah menjadi salah satu bagian dari tradisi busana. Sama dengan orang keluar rumah harus mengenakan celana, baju dan pakaian dalam lainnya.

Anak seusia dua tahun pun amat faham dengan masker,  kendati belum mengetahui kegunaannya.

Bila melihat orangtuanya mengenakan masker, umumnya anak-anak mengetahui bahwa mereka akan pergi (keluar rumah). Mereka pun minta dipakaikan masker, pertanda mereka minta jalan-jalan keluar rumah.

Bila anak-anak dibawa ke luar rumah, mereka tidak bersedia bila maskernya dibuka. Mereka senang mengenakannya, seperti orangtua dan orang lain yang dilihat mereka di luar rumah.

Entah sudah berapa ratus juta masker yang digunakan orang, sejak Korona menjalar ke seluruh dunia pada akhir 2019 dan di Indonesia mulai mewabah awal 2020.

Pada Maret-April-Mei 2020, Indonesia langka masker. Para pegawai di gerai obat, apotek, swalayan, hanya angkat bahu bila kita menanyakan masker.

Syukulah saat ini di berbagai apotek, rumah sakit, pasar swalayan, sudah banyak menjual masker dengan berbagai merek dan mutu.

Menurut catatan WHO, saat ini ada sekitar 43 juta tenaga medis di seluruh dunia. Masker secara umum hanya direkomendasikan untuk digunakan dengan durasi efektif empat jam saja, setelah itu harus diganti.

Apabila sepertiga tenaga medis berada di garda terdepan berperang melawan Covid-19, maka kebutuhan masker diperkirakan mencapai 28 juta unit per hari.

Angka tersebut belum memperhitungkan para perawat serta orang yang diduga menderita Covid-19. Jika kedua jenis orang ini dihitung maka kebutuhan masker bertambah 12 juta unit per hari menjadi 40 jutaan unit.

Nah, setelah WHO mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi, kini semua orang wajib menggunakan masker ketika keluar rumah atau berada di ruang publik. Bayangkan, populasi manusia di muka bumi ini ada 7,8 miliar orang.

Maka berapa banyak kebutuhan masker per harinya? Tentu sangat banyak kalau dihitung.  China, pada April lalu ketika wabah sudah cenderung berhasil dijinakkan, masyarakat negeri itu dilaporkan membuang satu miliar unit masker setiap harinya. Total populasi China saat ini ada 1,3 miliar.

200 kali lipat

Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) memperkirakan penjualan masker pada 2020 mencapai 200 kali lipat lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelum pandemi melanda.

Total nilai penjualannya diestimasi mencapai US$ 166 miliar secara global, setara dengan Rp2,457 triliun (asumsi kurs Rp 14.800/US$). Sebuah angka yang fantastis tentunya jika berkaca pada tahun sebelumnya hanya di bawah US$ 1 miliar saja.

Berbagai negara terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas produksi maskernya. Namun tetap saja, kebutuhan untuk masker medis masih lebih tinggi dari pada permintaannya.

Organisasi negara-negara maju (OECD) melaporkan, sebagai produsen masker terbesar di dunia dengan pangsa ekspor mencapai lebih dari 40% dan setara dengan setengah dari total produksi global, masih harus mengimpor masker untuk   memenuhi kebutuhan domestiknya.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh OceansAsia, sepanjang 2020, dilansir mediaindonesia.com, diperkirakan ada setidaknya 52 miliar masker sekali pakai yang diproduksi di semua negara.

Namun tidak semua sampah masker dan sarung tangan terkelola dengan baik dan salah satu akibatnya, sampah masker mencemari lautan.

Dilansir waste360.com, Sabtu (2/1) riset yang dilakukan di perairan beberapa negara, setidaknya akan ada sekitar 1,56 miliar sampah masker sekali pakai yang berakhir di lautan. Angka itu didapat dari rasio minimal sampah yang berakhir di lautan dari seluruh dunia adalah sebesar 3% dari total sampah yang ada selama ini.

Untuk mengurai polusi di lautan akibat sampah masker tersebut, diperkirakan akan dibutuhkan waktu hingga ratusan tahun agar dapat terurai. Selain itu, tidak ada jaminan kandungan mikroplastik yang terkandung pada bahan pembuat masker sekali pakai akan bisa hilang.

“Masalah sampah masker sekali pakai itu pada akhirnya akan menjadi puncak gunung es yang siap meledak,” ujar Direktur Riset OceansAsia, Teale Phelps.

Phelps mengatakan, polusi plastik di laut sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini fenomena penumpukan sampah plastik di laut sudah membunuh setidaknya 100 ribu mamalia laut dan penyu,  lebih dari jutaan burung laut, dan ikan.

Nah, masker yang kita gunakan setiap hari — yang dipakai anak, cucu dan tetangga kita — juga berperan besar menambah tingginya “puncak gunung es” yang siap meledak itu.

So, masker bekas kita pakai, buanglah pada tempat yang benar, jangan berceceran di sembarang tempat.  (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru