Mimbar-Rakyat.com (Kuningan) – Majelis Hakim Pengadilan Negri Kuningan yang menjatuhkan putusan hukuman kurungan selama 11 tahun dan denda sebesar Rp. 100 juta dengan subsider 6 bulan penjara, dipotong masa tahanan terhadap terdakwa A bin MB (56 tahun) dinilai tak sepadan.
Dalam sidang tersebut Majelis hakim telah memutuskan terdakwa bersalah dengan melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap korban. Namun terdakwa mendapat keringanan dari tuntutan awal 13 tahun, dengan pertimbangan terdakwa berusia 56 tahun dan diharapkan bisa memperbaiki dan menyesali perbuatannya, ” papar Ali.
Hukuman tersebut dinilai tak sepandan dengan dampak yang dirasakan korban seumur hidupnya, hal itu diungkapkan oleh Anggota DPRD Kuningan Fraksi Gerindra, Sri Laelasari mengatakan perbuatan pelaku sepantasnya dihukum dengan hukuman yang maksimal 15 (lima belas ) tahun penjara ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana, sesuai perbuatannya yang telah melanggar Pasal 82 ayat (4) UU Nomor 17 tahun 2016.
“Dalam pasal itu, disebutkan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nmor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,” tambah Sri yang juga aktivis pergerakan sosial perempuan dan anak, Rampak Polah.
Menurutnya selain dikenai Pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 82 ayat 1 hingga ayat 4, pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan juga hukuman suntik kimia (Kebiri) sebagaimana dimaksud pada konsideran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020.
Hal itu , sambung Sri untuk memberikan efek jera bagi para pelaku pedofilia di kabupaten Kuningan khususnya, Indonesia pada umumnya.
“Betul, artinya ada ketidak sesuaian putusan hakim terkait kasus ini, artinya cita keadilan tercederai dgn vonis bagi seorang pelaku kejahatan anak, nah itu sebagai landasan hukumnya, hakim harus linier memutuskan berdasarkan pertimbangan materil UU terkait anak ini, sehingga publik maupun pihak korban merasa ada keadilan,” tandasnya.
Sri menegaskan soal kasus anak & perempuan itu termasuk pada kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime maka butuh sikap & penanganan yang ekstra juga. ” Jika acuh saja seperti demikian, maka sulit untuk memutus mata rantai kejahatan ini,” tambahnya.
Usai menyatakan keputusan, Ketua Pengadilan Negeri Kuningan, Ali Shobirin, mengatakan putusan Majelis Hakim baik pihak terdakwa maupun dari jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Atas dasar itulah pihaknya pun memberikan tenggang waktu selama 7 hari untuk memutuskan apakah menerima putusan sidang atau menempuh upaya hukum lainnya.
“Upaya hukum yang dimaksudkan adalah menempuh upaya banding ke Pengadilan Tinggi di Bandung. Putusan ini bisa diakses di Sistem Informasi Putusan Perkara di halaman website resmi Pengadilan Negeri Kuningan. Termasuk masalah pertimbangan majelis hakim seperti apa sehingga bisa memutuskan tuntutan tersebut,” jelasnya. (Dien)