Thursday, April 18, 2024
Home > Berita > Marwah Daud Ibrahim Pernah Belajar Pakai Lampu Teplok

Marwah Daud Ibrahim Pernah Belajar Pakai Lampu Teplok

Marwah Daud Ibrahim. (optidaily)

MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng, Marwah Daud Ibrahim menjalani pemeriksaan di Mapolda Jatim, Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/10/2016).

Marwah Daud Ibrahim memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Polda Jatim sebagai saksi atas kasus dugaan penipuan dengan tersangka Kanjeng Dimas Taat Pribadi.

Berikut ini bio-data Marwah Daud Ibrahim:

Nama lahir: Marwah Daud Ibrahim
Lahir: 8 November 1956, Soppeng, Sulawesi Selatan
Kebangsaan: Indonesia (suku Bugis)
Pekerjaan: Politikus, Anggota DPR RI
Pasangan: Ibrahim Taju
Anak: Dian Furqani Ibrahim, Akmal Firdaus Ibrahim, dan Bardan Raihan Ibrahim
Orang tua: Muhammad Daud dan Siti Rahman Indang
Agama: Islam

Marwah Daud Ibrahim, Ph.D. adalah politikus berkebangsaan Indonesia. Ia pernah mengemban tugas sebagai anggota DPR RI selama tiga periode, asisten peneliti UNESCO dan Bank Dunia.

Gaya komunikasi politiknya yang menarik, menjadikannya sebagai salah satu representasi perempuan politikus Sulawesi Selatan paling menonjol di gedung parlemen.

Inilah Jalan Hidup Marwah

Marwah Daud lahir di Soppeng, Sulawesi Selatan, pada 8 November 1956 dari pasangan Muhammad Daud dan Siti Rahman Indang.

Ia mengawali hidupnya di pedalaman Soppeng, sebuah kecamatan di wilayah Sulawesi Selatan, sekitar 200 kilometer Utara kota Makasar.

Begitu terpencilnya, maka ia terbiasa belajar dengan nyala lampu teplok. Bahkan mengangkat batu dan pasir sebelum berangkat sekolah, dan ikut ke sawah untuk bercocok tanam, seperti dilansir biografi-tokoh-ternama.blogspot.

Kecerdasannya dikenal sejak sekolah dasar. Ia tak sampai kelas enam, karena begitu menginjak kelas lima ia ikut ujian akhir, dan lulus sebagai juara.

Marwah muda kemudian melanjutkan ke SMP Negeri Pacongkang, dan lulus 1970. Selanjutnya ia menginjakkan kakinya ke SPG Negeri Soppeng, Namun di kelas dua dia pindah ke SPG Negeri I Ujung Pandang, lulus tahun 1973.

Era inilah ia mulai menapakkan kakinya ke jenjang yang lebih jauh, entah disadari atau tidak. Pada tahun 1974 untuk pertamakalinya dia berkunjung ke Jakarta dan masuk Istana Negara atas undangan Kepala Negara. Ia terpilih sebagai pelajar teladan se-Sulawesi Selatan.

Ia banting setir, tidak lagi tergiur mengikuti ayahnya yang menjadi guru. Ia melanjutkan ke Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Komunikasi Universitas Hasanudin yang diselesaikan tahun 1981.

Selanjutnya,  ia kembali terpilih sebagai mahasiswa teladan se Sulawesi dan mengantarnya ke forum nasional di Jakarta, bertemu kepala negara bersama para teladan se-Indonesia. Saat itu juga dia sudah mulai terkenal sebagai seorang aktivisis di kampusnya.

Prestasinya belum berhenti. Berbekal beasiswa, ia terbang ke Amerika untuk meraih master di American University, Washington DC, Amerika Serikat, jurusan Komunikasi Internasional, tahun 1982.

Namun, sebelumnya ia menikah dulu dengan Ibrahim Tadju, rekan sesama aktivis semasa kuliah di Ujung Pandang. Di Amerika ia pun mengisi waktunya dengan bekerja sebagai asisten peneliti Unesco, dan Bank Dunia.

Tampaknya ia memang berjodoh dengan Amerika, begitu meraih gelar Master, ia bekerja di BPPT.

B.J. Habibie, ketua BPPT saat itu, memberinya beasiswa ke Amerika. Di universitas yang sama, ia mengambil Komunikasi Internasional bidang satelit, dan meraih gelar doktor tahun 1989 sebagai lulusan terbaik (distinction).

Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia bergabung dengan organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), dengan menjabat sebagai Sekretaris Umum.

Selain itu, ia aktif di Partai Golkar, partai yang membawanya ke gedung parlemen. Gaya komunikasi politiknya mulai menarik banyak pihak ketika Sidang Umum MPR 1998 saat muncul rumor akan meraih kursi di Kabinet Pembangunan IV.

Mendukung Dimas Kanjeng
Akhir-akhir ini, Marwah daud menjadi sorotan karena membela Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Ia mengaku pernah melihat karomah Dimas Kanjeng yang mampu mengeluarkan duit dari bagian tubuhnya. “Dia bisa dikatakan sebagai aset bangsa,” kata anggota Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia itu kepada Tabloidbintang.com.

Marwah Daud sebelumnya menepis adanya penggandaan uang yang dilakukan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Marwah Daud yang juga Ketua Yayasan Dimas Kanjeng menyebut, anggota yang datang dan memberi uang sebagai iuran.

Tapi kenyataannya ada beberapa orang yang melaporkan Dimas Kanjeng karena menjadi korban penipuan dengan modus penggandaan uang. Total duit pelapor yang raib setelah disetor ke Dimas Kanjeng sangat fantastis mencapai Rp202 miliar,   demikian tempo.co

Selain itu, Dimas Kanjeng juga menjadi tersangka atas pembunuhan dua anggota padepokannya.  (biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/KB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru