MIMBAR-RAKYAT.com ( Jakarta) – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Anas Urbaningrum. Majelis hakim menyatakan mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu terbukti melakukan korupsi dan pidana pencucian uang.
“Menyatakan terdakwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara berulang kali,” ujar hakim ketua Haswandi saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 24 September 2014.
Berbeda dengan tradisi terpidana yang menyatakan menerima atau tidaknya vonis, Anas malah mengajak hakim , jaksa dan dirinya melakukan sumpah untuk berani menerima kutukan dari Tuhan terhadap siapa sebenarnya yang salah dalam perkara yang disidangkan. Jaksa dan hakim tidak mnghiraukan permohonan Anas.
“Karena ini menyangkut yang saya yakini sebagai keadilan, mohon jika diperkenankan di dalam ujung persidangan yang terhormat ini, saya sebagai terdakwa, tim JPU, dan juga majelis hakim yang mulia melakukan mubahalah, yaitu sumpah kutukan. Mohon izin, saya yakini substansi tentang pembelaan saya sebagai terdakwa, tentu JPU juga memiliki keyakinan,” kata Anas usai majelis hakim membacakan vonis.
Hukuman Tambahan
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman tambahan kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yakni berupa pembayaran uang pengganti. Uang pengganti yang harus dibayarkan Anas ialah sekitar Rp 119,750 miliar dari Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dollar AS (Rp 62,16 miliar dengan kurs rupiah 11.960).
“Menghukum pula terdakwa Anas untuk membayar uang pengganti kerugian Rp 57.590.330.580 dan 5.261.070 dollar AS,” kata Ketua Majelis Hakim Haswandi dalam pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Apabila uang pengganti ini tidak dibayarkan Anas dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi akan menyita harta benda Anas untuk kemudian dilelang.
“Dalam hal terdakwa tidak punya harta mencukupi, maka akan dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun,” sambung hakim Haswandi.
Dalam tuntutannya, jaksa meminta hakim menghukum Anas dengan pidana 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 300 juta subsider 5 bulan bui. Jaksa juga meminta Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 94,18 miliar dan US$ 5.261.070. Selain itu, jaksa menuntut Anas dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik, serta pencabutan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kotajaya di Kalimantan Timur.
Untuk dakwaan pencucian uang, jaksa menganggap Anas berupaya menyamarkan harta hasil korupsi sebesar Rp 20,88 miliar. Anas membelanjakan duit hasil dugaan korupsi itu untuk membeli rumah seluas 1.639 meter persegi di Jalan Teluk Semangka Blok G, Duren Sawit, Jakarta Timur, seharga Rp 3,5 miliar atas nama terdakwa, dan rumah di Jalan Selat Makassar, Duren Sawit, Jakarta Timur, seharga Rp 690 juta atas nama Attabik Ali, mertua Anas.
Tak Dicabut
Menurut majelis hakim, Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider, yakni Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Dia dinyatakan terbukti menerima pemberian hadiah hadiah atau janji yang patut diduga jika pemberian itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Anas.
Hakim menilai Anas memiliki pengaruh dalam mengatur proyek APBN mengingat jabatannya sebagai ketua DPP Partai Demokrat bidang politik pada 2005. Pengaruh Anas ini semakin besar setelah dia terpilih sebagai anggota DPR dan ditunjuk sebagai ketua fraksi.
Hakim juga menyatakan Anas terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua yang memuat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Meskipun demikian, majelis hakim Tipikor menolak tuntutan jaksa KPK untuk mencabut hak politik Anas. Menurut hakim, penilaian mengenai layak tidaknya seseorang dipilih dalam jabatan publik merupakan kewenangan publik. (Ais)