Friday, March 29, 2024
Home > Headline > Wajah Baru MUI

Wajah Baru MUI

Oleh Ahmad Istiqom

Mimbar-Rakyat.Com – (Jakarta) Tidak ada lagi nama Din Syamsudin.Din digeser Ma’ruf Amin. Wakil Presiden RI itu kini mengemban jabatan Ketua Dewan Pertimbangan MUI.

Selain nama Din yang hilang, raib juga nama mantan bendahara Yusuf Muhammad Martak, mantan wasekjen Tengku Zulkarnain, dan mantan sekretaris Wantim Bachtiar Nasir.

Keempatnya dikenal sebagai tokoh yang keras mengkritik pemerintah. Din aktif di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), dan tiga nama terakhir merupakan pentolan Aksi 212.

Pengamat politik  menilai dominasi dan kekuatan Ma’ruf Amin di MUI sangat kental. Membuka dugaan kuat campur tangan pemerintah di payung besar para ulama tersebut.

“Bisa dikatakan ada semacam campur tangan karena Ma’ruf Amin kan wapres. Tentu pemerintah ingin majelis ulama dalam kendali. Sehingga bisa dikendalikan,” ujar Ujang Komarudin pengamat dari Unuversitas Al Azhar Indonesia kepada CNN Indonesia.com, Jumat (27/11).

Ma’ruf terlibat dalam politik kekuasaan sejak akhir 2018. Ia didapuk sebagai wakil presiden.  Saat itu, ia sedang memegang jabatan sebagai Rais Aam PBNU dan Ketua Umum MUI. Jabatan di PBNU ia tinggalkan, tapi tidak dengan jabatan di MUI.

Ma’ruf, dalam Munas MUI tahun ini, memimpin Tim Formatur yang terdiri dari 17 ulama. Tim ini berwenang menentukan siapa saja yang akan berada di pucuk pimpinan MUI, termasuk ketua umum MUI.

Ujang berpendapat skenario ini mirip seperti yang terjadi di DPR RI. Kubu pemerintah merangkul sebanyak-banyaknya rekan koalisi dan menyingkirkan yang bernada sumbang.

MUI sangat strategis bagi pemerintah. Dalam ormas ini berkumpul berbagai ormas Islam dalam satu wadah. Disisi lain ada kelompok Islam kanan yang dirigennya, Rizieq Shihab.
Keberadaan MUI disampingnya tentu akan jadi lebih nyaman.

Kesaktian dibuktikan zaman menurunkan Ahok. Sepotong fatwanya dipolitisir dan berhasil nemobilisasi umat. Ironisnya, saat itu komandannya Ma’ruf sendiri.

Barangkali, atas pengalanan itu, bila MUI tidak dipegang, akan membahayakan.Siti melihat ada upaya kubu pendukung pemerintah untuk menyamakan suara di kalangan masyarakat.

” Semua dikooptasi, semua kekuatan yang ada dikooptasi, itu Orde Baru. Ini Orde Reformasi yang tidak sepatutnya itu,” ujar Siti kepada pers Jumat (27/11).

“Naif menurut saya memaksakan organisasi lembaga tertentu dengan penyeragaman seperti ini. Demokrasi kita partisipatoris, bukan lagi perwakilan. Masyarakat tidak lagi diwakili oleh sejumlah kalangan,” tutur Siti.

Berbeda dengan Ma’ruf. “Saya meng-kinayah-kan MUI itu seperti kereta api, ada rel untuk jalannya, ada pakemnya, ada tujuan yang jelas, dan banyak gerbongnya yang mencerminkan beragam ormas dan kelembagaan Islam di dalamnya,” katanya.

Menurut dia, setiap penumpang di dalam rangkaian kereta api mengikuti arahan masinis menuju ke tujuan yang telah disepakati bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru