Saturday, July 27, 2024
Home > Berita > Mengunjungi pengajian anak-anak di Mesjid Beddoe Melbourne

Mengunjungi pengajian anak-anak di Mesjid Beddoe Melbourne

MIMBAR-RAKYAT.com (Clayton, Melbourne) – Satu per satu anak-anak berdatangan diantar orangtua masing-masing. Mereka berlari-lari kecil turun dari mobil, berceloteh berbahasa Indonesia dan Inggris dan masuk ke dalam Masjid Beddoe yang terletak di 16 Beddoe Ave, Clayton, Vic 3168.

Masjid berbentuk rumah biasa itu disebut Masjid Beddoe karena terletak di kawasan Beddoe, kendati masjid itu terwujud atas inisiatip komunitas Islam Universitas Monash (Monash University Islam Centre), yang jamaahnya tidak hanya terdiri atas masyarakat Indonesia, melainkan warga Muslim lain yang berada di wilayah itu.

“Setahu saya pengajian ini sudah ada sejak 2015,” kata Kepala Pengajian Fatimah Rahmah dalam perbincangan dengan mimbar-rakyat.com menjelang dimulai pengajian Sabtu, sehari setelah terjadi  pembantaian umat Muslim di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di Selandia Baru.

Ketika berkunjung ke Mesjid Beddoe, seorang petugas keamanan kulit putih berbaju hitam-hitam berjaga-jaga di depan masjid itu. Ia menganggukkan kepala dan berujar “hallo” kepada para pengantar bocah-bocah yang akan mengaji.

“Di sini gurunya berganti-ganti dan anak-anaknya pun demikian. Karena gurunya ada yang selesai kuliah dan pulang kembali ke Indonesia. Muridnya pun demikian juga. Ada sekitar 30 anak yang mengaji di sini setiap Sabtu,” kata Fatimah, asal Koplok dekat Sareang, Bandung, yang mulai mengajar di pengajian itu pada Juli 2017.

“Pada tahsin kid atau pengajian anak ini anak-anak kita ajarkan tentang pengajian kitab suci Al Quran dan tentang nilai-nilai keislaman,” kata gadis Bandung yang kuliah di bagian education (pendidikan) di Universitas Monash, Melbourne.

Pada Sabtu itu,  di Masjid Beddoe sedang diadakan semacam “test”bagi anak-anak  tingkat sekolah dasar dan menengah dan menurut Fatimah “test” itu diadakan pada trisemester atau setelah beajar dalam 16 kali pertemuan.

“Kita ingin melihat sejauh mana tingkat pembelajaran anak-anak,” kata Fatimah, lulusan Unpad Bandung.

Mesjid Beddoe (arl)

“Apakah ada tanda lulusnya?”

“Belum ada. Ini sekolah non-formal dan baru berjalan tiga tahunan. Insya Allah suatu saat nanti menjadi formal dan ada sertifikatnya,” kata Fatimah.

“Apa saja yang diajarkan?”

“Pengajian Al Quran, cara membacanya, tajwid dan lainnya serta penanaman nilai-nilai keislaman. Rukun Islam dan rukun Iman. Sejarah nabi. Menanamkan rasa hormat dan kesabaran. Kita juga menggunakan buku Usmani tiga jilid,” kata Fatimah.

Suasana ketika pengajian diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci (arl).

Ketua pendidikan anak-anak di Mesjid Beddoe itu menjelaskan,  untuk mengawali pelajaran setiap Sabtu,  para pelajar sekitar 30 orang, membuat lingkaran dan membaca ayat-ayat Al Quran.

Kemudian setiap anak berhadapan dengan guru selama 15 menit. Setelah usai,  mereka ditanya lagi untuk merefleksikan apa yang sudah mereka pelajari sepanjang pagi hingga siang itu, selama dua jam lebih.

Para orangtua dari pelajar sebelum pengajian dimulai. Paling belakang kiri adalah ketua pendidikan Fatimah Rahmah.  (arl)

Salah seorang pelajar, Lubna Zahra Kalyani,  ketika ditanya apa yang dipelajari di masjid, mengatakan, “Saya belajar Qolqolah, Usmani, pelajaran Islam, cerita nabi, tepuk anak soleh dan soleha, menghapal juz dan doa-doa.”

“Siapa yang mengajar?”

“Miss Fatimah, Mrs Febbi, Miss Fifi, Miss Mukhni, Mr Ali dan Mr Fajri,” kata Lubna, murid kelas empat SD. Para pelajar di situ tidak memanggil ustad atau ustazah, melainkan Mr, Mrs, Miss dan bahasa pengantar dalam pelajaran itu adalah Inggris dan Indonesia.

Salah seorang ibu, Febbiana Tanziah dari Jakarta, menyebutkan pendidikan agama Islam para pendatang dari Indonesia banyak diadakan di berbagai masjid di Australia, termasuk di Melbourne – seperti di Surau Kita, Mesjid Westall dan beberapa masjid lainya.

“Di sini banyak perkumpulan muslim Indonesia seperti yang ada di Uniersitas Monasch. Ada juga yang di bawah yayasan Madani, ada Indonesia Moslem Community of Victoria dan yang lainnya,” kata Febbiana, yang ikut suaminya yang sedang kuliah ekonomi bisnis di Universitas Monash.

Siti Muniroh (dua dari kiri) dari Malang dan Pratiwi Utami (paling kanan) dari Yogyakarta yang sedang kuliah S3 di Universitas Monash, Melbourne.  (arl)

Selain sebagai tempat menuntut ilmu agama bagi anak-anak, acara setiap Sabtu itu menjadi ajang silaturahim bagi para ibu-ibu dan bapak-bapak, karena mereka susah menemukan waktu untuk berkumpul pada hari biasa.

Ibu Siti Muniroh dari Malang, misalnya,  yang sedang kuliah S3 di Universitas Monash serta Ibu Pratiwi Utami dari Yogya yang juga kuliah S3 di universitas sama – saat bertemu di pelataran Mesjid Beddoe – dengan senada mengatakan, mereka bersilaturahim dan membicarakan berbagai hal bila bertemu Sabtu di tempat itu.

“Kami berterima kasih ada tempat pengajian di sini. Selain mengantar anak-anak mengaji, kami saling bertemu dan membicarakan berbagai hal di sini. Anak-anak pun saling bersosialisasi dengan teman-teman mereka,” kata Muniroh, kandidat PhD Education, yang meraih gelar S2 di Brisbane.

“Teman-teman kami datang dan pulang. Ada yang sudah selesai kuliah dan pulang. Ada yang baru datang dan kami berkenalan. Saya sedih dan sepi bila teman-teman pada pulang,” kata Pratiwi Utami, mahasiswi S3 bidang komunikasi dan media,  yang sebelumnya juga meraih gelar S2 di Universitas Monash.

Sabtu siang itu, setelah pelajaran dan “test” usai, sebagian para ibu dan anak mereka bersantap siang di Masjid Beddoe dan makanan siang itu dibawa para ibu dari rumah masing-masing.  (Catatan A.R. Loebis)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru