Friday, April 19, 2024
Home > Berita > 13 Oktober, Hari Tanpa BH

13 Oktober, Hari Tanpa BH

Ilustrasi - Hari Tanpa BH, 13 Oktober.

Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Ini bukan mengada-ada, ini sudah ada sejak Juli 2011.   Peringatan Hari Tanpa BH ini ada maksudnya, tidak dikaitkan dengan pornografi, melainkan dengan kesehatan payu dara.

Pada awalnya gerakan tanpa beha ini diberi nama Breast Reconstruction Awareness (BRA) Day, dicetuskan dokter bedah  Dr Mitchell Brown di Toronto,  Kanada.

Hari BRA pertama ini dinamakan “Petang Belajar dan Berbagi” di Women’s College Hospital and Toronto General Hospital,  bertujuan untuk memberi penarangan kepada wanita tentang masalah kanker payu dara, yang ketika itu sudah banyak menyerang wanita.

Ketika itu diajarkan tentang apa gejala kanker payu dara, bagaimana cara memeriksa sendiri payu daranya. Ini diikuti rumah sakit di Amerika pada 2012, seperti dicatat dalam wikipedia.org.

Pada 2012, sekitar 400.000 wanita ambil bagian dalam Hari Tanpa BH, sebanyak 250.000 di antaranya dipantau melalui Facebook.  Pada 2017, acara ini diiikuti wanita di 30 negara, termasuk Selandia baru, Romania, Malaysia, Skotlandia, India dan Ghana.

Wanita merasa amat penting untuk memeriksa payu dara mereka. Di media sosial pada 2017, lebih dari 82.000 wanita membuka BH mereka, seperti dicatat dari Twitter dan Instagram. Mereka mengaku memeriksakan payu dara mereka. Di media sosial, mereka memasang tag #nobraday#.

Jadi, intinya, BRA Day dicetuskan untuk membantu perempuan memahami lebih dalam tentang rekonstruksi payudara setelah mastektomi dan kehidupan yang dijalani setelah mengalami kanker payudara.

Saat itu, acara-acara yang digelar BRA Day di Kanada menghadirkan forum pertemuan antara pasien, penyintas dan perempuan yang berisiko terkena kanker payudara dengan para dokter bedah rekonstruksi dan pasien yang pernah melakukan rekonstruksi.

Dokter spesialis bedah onkologi di RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo, Sonar Soni Panigoro, mengatakan, tak hanya gen yang bisa menyebabkan seseorang terkena kanker payudara.

“Tetapi juga faktor lingkungan dan ini berkontribusi sebesar 95 persen pada kejadian kanker,” kata dokter itu kepada media.

Sebesar 30-35 persen di antaranya akibat diet tak sehat, lalu 10-20 persen karena obesitas, 15-20 persen akibat infeksi, 25-30 persen karena rokok dan 4-6 persen akibat minuman beralkohol. Sementara sisanya, 10-15 persen karena faktor lainnya.

Selain itu, jenis kelamin perempuan, tidak menikah, menopause terlambat (lebih dari 55 tahun), pernah menjalani operasi tumor jinak payudara, ada riwayat kanker payudara, mendapatkan terapi hormonal yang lama juga bisa menjadi faktor risiko.  (arl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru