Jangan sia-siakan umurmu. Apalagi setelah meningkat dewasa, menjelang menjalani masa tua. Sejatinya batas usia seseorang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla. Kematian tidak selalu terjadi saat tua. Bisa terjadi saat bayi, kecil, muda, dewasa. Kapan ajal seseorang hanya Allah yang tahu.
Al-Qur’an Surah An-Nisa Ayat 78, menyatakan;
اَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا ٧٨
Artinya: Di mana pun kamu berada, kematian akan mendatangi kamu, kendatipun kamu berada dalam benteng yang kokoh. Dan jika mereka (orang-orang munafik) memperoleh suatu kebaikan, mereka berkata, “Ini adalah dari sisi Allah” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka berkata, “Ini dari engkau (Nabi Muhammad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Mengapa orang-orang itu hampir tidak memahami pembicaraan?
Karena itu, jangan pernah terbetik dalam hati bahwa anda baru akan isyaf atau taubat pada usia tertentu. Memang, peluang minta ampun atas dosa-dosa terbuka lebar. Tetapi harus diingat, kematian bisa datang tiba-tiba, besok atau lusa. Jika ditunda-tunda bisa jadi tidak mendapat kesempatan.
Al-Quran, Surah Az-Zumar, Ayat 53, menyatakan;
۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ ٥٣
Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Allah memang Maha Pengampun. Itu tidak terbantahkan, tetapi apakah anda tahu akan berumur panjang, hura-hura dulu, baru kemudian mita ampun.
Al-Qur’an Surah Luqman Ayat 34, menyatakan;
اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌࣖ ٣٤
Artinya: “Sesungguhnya Allah memiliki pengetahuan tentang hari Kiamat, menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan besok. (Begitu pula,) tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”
Simak pula Al-Qur’an Surah Ar-Rum Ayat 54:
۞ اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةًۗ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ ٥٤
Artinya: “Allah adalah Zat yang menciptakanmu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan(mu) kuat setelah keadaan lemah. Lalu, Dia menjadikan(mu) lemah (kembali) setelah keadaan kuat dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.
Dalam Al-Qur’an, Surah Fathir Ayat 37 Allah berfirman; Yang artinya: “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.
Allah berulangkali memperingatkan, Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam juga tak putus-putusnya menyampaikan sumber hukum Islam yang dapat kita simak hingga kini melalui hadis-hadisnya. Karena itu kita sewajarnya mengoreksi diri. Apakah sudah berada di jalanNya, atau masih jauh dari beriman.
Manfaatkan Umur
Nah, berpatokan pada sejumlah perintah dan tuntunan dari Allah, maka sebagai umatNya harus memanfaatkan umur, terlebih pada sisa usia, kita makin perlu melakukan segala perintah dan menjauhi laranganNya. Kita dituntut berbuat amal kebaikan, membantu sesama, bertanggung jawab bagi keluarga, bersedekah, melaksanakan kewajiban dalam beragama, dalam berkeluarga, membina hubungan antara manusia, dan banyak lainnya.
Jangan si-siakan umur yang masih ada. Berbuatlah agar anda mendapat balasan dari Tuhan, bukannya dibenciNya.
Simak QS. Surah Fathir Ayat 29:
اِنَّ الَّذِيْنَ يَتْلُوْنَ كِتٰبَ اللّٰهِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً يَّرْجُوْنَ تِجَارَةً لَّنْ تَبُوْرَۙ ٢٩
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur’an), menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan pernah rugi.”
Jadi sebagai bekal di akhirat, jangan menghitung dan memperkirakan usia hidup anda masih panjang, dengan alasan masih muda. Lalu berniat baru akan “menjadi orang baik” pada usia tertentu. Berniat baru melaksanakan segala perintah dan menjauhi laranganNya pada umur tertentu.
Memang sesungguhnya panjang umur adalah modal meraih kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan catatan umur yang panjang dipenuhi amalan baik, bukan diisi keburukan.
Salah satu hadis Rasululullah berbunyi;
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
Dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari bapaknya, bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?” Beliau menjawab; “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab; “Orang yang berumur panjang dan buruk amalnya”. (HR. Ahmad; Tirmidzi; dan al-Hâkim).
Jadi, orang yang panjang umurnya dan baik amalnya merupakan orang terbaik, dikarenakan banyak berbuat kebaikan. Sedang seburuk-buruk orang adalah mereka yang panjang umur tapi buruk amalnya.
Di dalam hadis lain disebutkan;
وعَنِ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :« أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِكُمْ ». قَالُوا نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ : خِيَارُكُمْ أَطْوَلُكُمْ أَعْمَاراً وَأَحْسَنُكُمْ أَعْمَالاً
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah aku beritahukan kepada kamu tentang orang yang paling baik di antara kamu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Ya wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling panjang umurnya di antara kamu dan paling baik amalnya”. (HR. Ahmad; Ibnu Hibbân; dan al-Baihaqi. Dishahihkan oleh al-Albâni)
Memperbarui Taubat
Sudah berapa tahunkah usia anda? Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan; seseorang ketika sudah mencapai 40 tahun, maka akal dan pemahamannya telah sempurna. Kebanyakan orang yang sudah berusia 40 tahun tidak akan berubah lagi kebiasaan dalam menjalani kesehariannya.
Seseorang yang telah mencapai usia 40 tahun harus memperbarui taubat dan bertekad tidak mengulangi lagi kesalahan yang pernah diperbuatnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 7: 258-259)
Al-Quran surah Al-Ahqaf ayat 15 juga menjelaskan tentang usia 40 tahun, seperti berikut;
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًاۗ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًاۗ وَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًاۗ حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ ١٥
Artiya: “Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu selama tiga puluh bulan. Sehingga, apabila telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia (anak itu) berkata, “Wahai Tuhanku, berilah petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dapat beramal saleh yang Engkau ridai, dan berikanlah kesalehan kepadaku hingga kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim.”
Baca juga Surah Ar-Rum ayat 54;
اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ
Artinya; “Allah adalah Zat yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan(mu) kuat setelah keadaan lemah itu. Lalu, kemudian Dia menjadikan(mu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”
Peringatan lain menyangkut umur di jelas melalui Surah Fatir Ayat 37, sebagai yang artinya sebagai berikut; Mereka berteriak di dalam (neraka) itu, “Ya Tuhan kami, keluarkan kami (dari nereka), niscaya kami akan mengerjaka kebajikan, bukan (seperti perbuatan) yang pernah kami kerjakan dahulu.” Dikatakan kepada mereka,) “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu dalam masa (yang cukup) untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir. (Bukankah pula) telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka, rasakanlah (azab Kami). Bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.“
Banyak peringatan terhadap manusia sehubungan dengan pemanfaatan hidup. Termasuk setelah mencapai usia 40 tahun yang dinilai merupakan usia matang, seperti pernah diingatkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa usia 40 tahun adalah usia matang secara spiritual dan fisik–di mana Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada usia itu diangkat menjadi Rasul. Rasulullah meningatkan, memasuki usia 40 tahun umat muslim dianjurkan untuk lebih bersyukur, memperbaiki akhlak, menambah kesabaran dan kebijaksanaan, serta mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati dengan memperbanyak taat dan amalan saleh.
Mengingat rata-rata usia umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sekitar 60-70 tahun, maka memasuki usia 40 berarti jatah usia telah berkurang. Pada batas usia itu seseorang makin dituntut untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan banyak mengingat mati dan berbuat baik.
Menyimak Perjalanan Hidup
Segeralah memperbarui taubat, berkaitan dengan perbuatan salah yang pernah dilakukan sepanjang hidup. Untuk itu kita harusnya berkaca pada perjalanan hidup yang sudah dilalui. Apa yang telah kita lakukan selama ini, apakah banyak pahala dibanding dosa atau sebaliknya. Apakah sudah seluruh perintah Allah kita laksanakan dan larangannya kita hindari?
Cobalah merenung, kemudian ajak pikiran menelusuri kembali apa yang telah kita lakukan selama ini. Yakinlah perjalanan hidup yang telah dilalui akan mucul, berurutan, dari kecil hingga usia saat ini, dari hal-hal kecil hingga paling besar.
Hal kecil, misalnya; pernah berbohong; makan dua pisang goreng di warung, tapi hanya dibilang (dibayar) satu. Hal itu akan mucul dalam memori anda, kecuali sudah pikun. Apalagi terhadap perbuatan dosa-dosa besar, seperti berzina, menipu, maling, korupsi, dan lainnya, kemungkinan besar mucul satu persatu.
Karena itu, di sisa usia. Selagi nyawa masih dikandung badan, kesempatan melakukan pembaruan taubat, meningkan iman, menyepurnakan ibadah, dan mengikis segala perbuatan yang meyimpang dari agama, harus segera dilakukan.
Ingat, waktu kematian bisa datang kapan saja. Jangan sampai menyesal setelah dalam kubur, atau setelah berada di Padang Mahsyar.
Ingat Surah Al-Muafiqun Ayat 10; Artinya: “Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antaramu. Lalu dia berkata (sambil menyesal), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)-ku sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang saleh.”
Ayat ini menjelaskan tentang penyesalan orang yang baru saja mati. Allah telah menghimbau orang-orang beriman untuk menfungsikan harta dengan benar. Dan menginfakkan sebagian dari apa yang telah berikan untuk kepentingan duafa, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan lainnya sebelum kematian datang. Tapi perintah Allah itu tidak dihiraukan, lalu setelah kematian terjadi yang bersangkutan menyesalinya, kemudian memohon; “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda kematianku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” Penyesalan yang tak ada gunanya, ibarat nasi yang telah jadi bubur.
Peringatan akan kematian sering kita dengar, ajakan memanfaatkan sisa umur ke jalan yang benar sering pula dengar. Apakah semua ajakan itu kita kerjakan atau diabaikan, terserah pada diri masing-masing. Pilih terbawa oleh hura-hura dunia atau merintis jalan ke surga, terserah masing-masing.
Manfaatkanlah usia anda walau berumur berapa pun. Apalagi bagi yang telah masuk paruh baya (dewasa), gunakanlah sisa waktu yang masih ada. Jangan sia-siakan. Perbanyaklah amal saleh, berusaha keras tidak tergoda hawa nafsu atau godaan yang menyesatkan (dosa). Syukuri nikmat Allah atas rezeki, kesehatan, dan usia yang telah diberikan.
Matangkan ilmu agama. Keraguan yang masih muncul di sisa usia berusaha diperjelas. Apakah salah atau benar. Larangan dalam agama dan mana yang boleh harus dipatuhi. Tuntutlah ilmu, jangan hanya mengandalkan “kata orang” untuk berbuat, bertindak. Janga dengan mudah berpendapat; “Masa berbuat baik saja tidak boleh?”, jika apa yang kilakukan memang dilarang dalam agama Islam.
Jujurlah terhadap diri sendiri. Sekali lagi, ingat; Waktu kematian tidak bisa ditunda. Hitunglah pahala dan dosamu. Jika masih kurang, perbaiki, taubat. Allah telah mengingatkan, tak ada istilah bisa kembali lagi ke bumi untuk memperbaiki kesalahan.
Simak Surah Al-‘Ashr Ayat 1 – 3 tentang pentingnya waktu dan kerugian manusia yang tidak memanfaatkannya untuk kebaikan, yang berbuyi;
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Perintah Allah pada surah ini tegas bahwa hidup kita harus diisi dengan keimanan, amal saleh, dan saling menasihati dalam kebaikan serta kesabaran. Cobalah telusuri hati dan pikiran, sudahkah kita berada di jalan yang benar. Sudah siapkah kita menghadapi kematian?
Ingat, nanti di hari kiamat setiap orang harus mempertanggungjawabkan penggunaan umur yang telah Allah berikan. Salah satu sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalah menyatakan; “Tidaklah kedua kaki seorang hamba beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: untuk apa umurnya ia habiskan, apakah ilmunya ia amalkan, dari mana hartanya ia peroleh dan di mana ia belanjakan, serta untuk apa tubuhnya ia usangkan.” (HR. Tirmidzi no. 2417)
Jadi, sebaiknya kita memang mengoreksi diri, tentang apa yang telah kita kerjakan. Minta ampun pada Allah atas dosa-dosa yang ada. Tidak tertutup pula kemungkinan kita harus minta maaf pada sesama manusia, jika itu merupakan kewajiban. Ingat, dosa ghibah misalnya, tidak bisa dihapus atau diampuni, karena memerlukakan penyelesaian langsung degan orang yang dighibahi.
Selain dosa-dosa besar, kita juga harus memperhitungkan dosa-dosa kecil. Begitu juga dengan perbuatan yang selama ini kita anggap tidak mengadung dosa, meski banyak yang meningatkan hal itu terlarang dilakukan (haram), misal seperti merokok, minuman keras, meyanyi, joget-joget, bersalaman dengan lawan jenis bukan mahram, dan lainya.
Sebelum catatan amal (baik/buruk) diperlihatkan pada kita di hari kiamat, di mana seluruh anggota tubuh akan menjadi saksi atas perbuatan, alangkah baiknya di masa hidup kita sering-sering mengukur diri, apakah yang saya lakukan selama ini? ***(Djunaedi Tjunti Agus)