Momentum pertemuan dan foto bersama di Hall Dewan Pers, Sabtu 23/08/25, terasa seakan sedang berada di sekretariat Siwo (Sekretariat Wartawan Olahraga) di Lapangan Tembak Senayan, sekarang sudah berubah jadi Hotel Mulia.
Hampir setiap hari kami bertemu di kantor sekretariat itu dan di lapangan liputan sekitar 30-40 tahun lalu. Kami wartawan olahraga dari berbagai media. Amat kompak, bersatu, kendati bersaing ketat mendapatkan berita berbeda di lapangan. Pengalaman hidup yang penuh suka duka.
Kami yang bertemu di Hall Dewan Pers itu adalah Hendry Ch Bangun, Marah Sakti Siregar, Tebe Adi, Yesayes Octavianus, Jimmy S Hariyanto, Djunaedi Tjunti Agus, Raja Pane dan yunior kami Herwan Pebriansyah, anggota SIWO PWI Pusat.
Ketika bertemu pertama kali, bahkan ada yang saling berpelukan sembari berucap, “Wah ketemu lagi kita ya.” Saling bincang beberapa saat dan tentu saja..saling berswa-foto dan foto bersama.
Pada zamannya dahulu, siapa yang tak kenal dengan mereka, karena hebatnya tulisan dan laporan pertandingan baik di dalam mau pun di luar negeri.
Hendry amat dikenal sebagai peliput cabang bulu tangkis, tentu saja meliput banyak cabang lainnya. Hendry atau Hcb adalah yuniornya Tede Asmadi yang amat dikagumi tulisan bulutangkis dan atletiknya di harian Kompas. Yesayes dari Kompas meliput sepak bola hingga ke Piala Dunia, Jimmy juga dari Kompas yang dikenal dengan singkatan Sha meliput tenis ke manca negara. Djunaedi dari Suara Karya meliput tinju dan balap sepeda sekaligus penyelenggara salah satu balapan sepeda nasional. Raja Pane pun meliput sepak bola hingga ke Piala Dunia dan pernah pula jadi direktur Gelora Senayan.
Demikian pula Tebe Adhi yang melanglangbuana meliput berbagai cabang dan juga aktip di PSSI. Marah Sakti dari Tempo meliput berbagai even dan cabang. “Aku lagi riset butuh wawancara ke Senayan,” kata Marah suatu saat ketika bertemu di Senayan puluhan tahun lalu. Saya sendiri meliput tinju dan otomotif hingga mancanegara. Meliput multi-event seperti PON, SEA Games, Asian Games, Olimpiade…ya kami-kami juga lah, dengan teman lainnya. Karena ada ratusan anggota Siwo Jaya dari berbagai media ketika itu.
Bersatu maju
Kok ketemu di hall Dewan Pers? Karena Hendry Ch Bangun punya acara, yaitu menyerahkan berkas sebagai calon ketua umum PWI, untuk menghadapi Kongres Persatuan pada 29-30 Agustus 2025.
Lho kan dia memang ketua umum PWI hasil kongres resmi di Bandung hingga 2028? Nah ini panjang ceritanya dan tak akan habis-habis bila dibahas dalam artikel pendek ini.
Singkatnya, terjadi “perpecahan” di tubuh PWI karena satu dan lain hal, di antaranya faktor kepentingan beberapa pihak, mengatasnamakan norma organisasi – yang berujung pada hukum dan pengadilan.
Akhirnya ada ketua umum lain PWI yang mengatasnamakan kongres luar biasa. Setelah terjadi carut-marut beberapa lama, akhirnya Hendry dan ketua PWI lain itu (Zulmansyah Sekedang) sepakat untuk menyalakan kembali marwah organisasi tua ini, artinya Bersatu kembali. Caranya? Melakukan kongres persatuan, mencoba bersatu kembali, sekaligus untuk mengendurkan keresahan PWI-PWI di daerah. Bayangkan, anggota PWI saat ini diperhitungkan berjumlah antara 20-30 ribuan orang. Pihak Dewan Pers membantu menjadi inisiator pertemuan hingga kongres mendatang di Cikarang. Berbagai pihak menginginkan PWI Bersatu, karena fungsinya sebagai salah satu pilar bangsa, amat dibutuhkan dalam kehidupan berdemokrasi ini.
Siwo ayo Bersatu
Apa hubungan kongres PWI mendatang dengan Siwo? Bila terjadi dualisme kepemimpinan, tentu ada pro kontra dan di antara kubu yang bertikai itu, ada pula antarsesama teman.
Para anggota Siwo yang diakui amat solid sejak dibentuk pada tahun 60-an, tidak pernah bertikai dan setiap tahun biasanya mengadakan pertemuan alias reunian. Tapi di antara anggota dan pendukung PWI Hendry dan PWI Zulmansyah itu, terdapat teman-teman Siwo.
Apa akibat dan pengaruhnya? Kami merasa ada ganjalan dan mulai renggang satu sama lain. Kami punya dua grup Siwo, satu Siwo Jaya dan satu lainnya Siwo Senior/PSSI.
Lama kelamaan grup ini berubah, dari aktif menjadi pasif, tak lagi banyak yang berkomentar, utamanya antara dua kubu yang berbeda. Salam pagi pun hanya dua tiga orang yang membalas. Dalam 16 bulan ini, hal ini amat terasa. Tiada canda ria, tiada senda gurau. Memprihtinkan, apalagi ada pula yang terlibat dalam pemberitaan hujat menghujat. Setiap manusia punya ego dan perasaan “like” dan “dislike”, dengan alasan masing-masing. Jadi hujat menghujat di luar etika ini, memprihatinkan.
Namun dalam beberapa minggu terakhir ini, terasa pula ada perubahan, saling sapa sudah ada lagi dalam grup. Pertemuan Sabtu di hall Dewan Pers itu membuktikan anggota Siwo itu dari dulu ya tetap begitu saja..seia-sekata, bersahabat, suka bersenda gurau,
“Sampai jumpa ya di kongres,” kata seorang teman, “Ntar kita lanjut lagi ngopi di sana.”
Sekali bersahabat tetap bersahabat, apalagi tali pertemanan itu sudah terikat lama. Pertikaian di tubuh kita ini hanya karena ulah segelintir orang, yang bahkan mereka seakan raib beberapa waktu menjelang Kongres Persatuan mendatang.
Dari Siwo semoga ikatan persahabatan itu berkembang melebar, hingga nanti PWI tampil lagi sebagai barometer keutuhan organisasi wartawan yang bersatu, dihormati, disegani, bermartabat, berwibawa dan ikut serta menjaga keutuhan bangsa dan negara.
“Saya berharap semua anggota PWI bersatu kembali untuk memajukan organisasi yang kita cintai ini,” kata Hendry. (arl )