Rasulullah saw bersabda,”Jika Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Ia akan memperlihatkan aib orang tersebut kepada dirinya sendiri”.
Ada beberapa cara untuk mengetahui aib diri. Cara yang paling tinggi adalah duduk di hadapan seorang Syekh dan melaksanakan apa yang diperintahkannya. Dengan begitu, sesekali ia akan menyingkap aib dirinya sendiri, dan sesekali sang Syekh yang menyingkap aib itu, lalu memberitahukan kepadanya. Inilah cara terbaik dan menduduki posisi tertinggi untuk mengetahui aib diri, namun cara ini sangat sulit dijumpai pada masa sekarang ini.
Cara lain adalah meminta tolong orang yang berilmu, shaleh dan mengetahui rahasia-rahasia masalah ini untuk menemaninya dan menjadikannya sebagai pengawas untuk memperhatikan kondisi dirinya dan memberikan peringatan atas kejelekan-kejelekan yang ada pada dirinya. Cara ini banyak diamalkan oleh tokoh-tokoh besar Islam. Umar ra berkata,”Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aib-aib diriku kepadaku”.
Beliau juga pernah bertanya kepada Salman tentang aib dirinya saat Salman datang menghadapnya. Saat itu Umar bertanya, “Apa yang engkau dengar dari orang-orang tentang diriku yang tidak engkau sukai, supaya aku dapat memperbaikinya?” Salman menolak, tetapi Umar mendesak. Akhirnya Salman berkata, “Aku mendengar engkau mengumpulkan dua macam kuah di atas meja makan dan engkau memakai satu pakaian di waktu malam dan satu lagi di waktu siang.” Umar bertanya, “Apakah engkau mendengar selain itu?” Salman menjawab, “Tidak.” Umar berkata, “Kedua hal ini telah cukup bagiku (untuk memperbaiki diri).”
Umar juga pernah bertanya kepada Huzaifah, orang yang menyimpan rahasia-rahasia Rasulullah saw tentang orang-orang munafik, “Apakah engkau melihat sesuatu pada diriku dari tanda-tanda orang munafik?”
Inilah Umar bin Khattab ra, meskipun memiliki posisi yang agung dan kedudukan yang tinggi, namun beliau sangat memperhatikan aib dirinya sendiri.
Jika engkau tidak menjumpai orang shaleh sebagai pengawas, maka dengarkanlah ucapan-ucapan orang yang dengki. Jangan acuhkan dirinya, biarkan ia mencari-cari keburukan dirimu dan ambillah manfaat darinya. Jangan salahkan dia, salahkan dirimu atas segala macam aib yang dinisbahkannya kepadamu. Jangan marah saat ada orang yang memberitahukan kejelekan-kejelekanmu. Aib laksana ular dan kalajengking berbisa yang menyengatmu di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang memperingatkanmu bahwa ular di bajumu dan akan menyengatmu, maka terimalah peringatan itu sebagai karunia. Namun jika engkau marah, maka itu menandakan kelemahan imanmu kepada hari akhirat. Sebaliknya jika engkau memanfaatkannya (untuk memperbaiki diri), maka itu menandakan kekuatan imanmu.
Ketahuilah bahwa pandangan kebencian dapat melahirkan keburukan. Kekuatan iman dapat memberimu manfaat berupa engkau dapat memanfaatkan celaan orang yang dengki dan penghinaannya kepadamu untuk memberbaiki diri.
Suatu hari Nabi Isa AS ditanya, “Siapakah yang mendidikmu?” Nabi Isa AS menjawab, “Tak seorang pun yang mendidikku, aku hanya melihat kebodohan orang yang bodoh, lalu aku menjauhnya”.
Nasehat tentang Mengetahui Aib diri ini kutipan dari Ringkasan Ihya ‘Ulumuddin Imam Al-Ghazali dan Imam Al-Ghazali menguraikan dengan cara yang mudah dipahami. Cara terbaik dan tertinggi untuk mengetahui aib diri menurut Imam Al-Ghazali adalah dengan duduk dihadapan Syekh yang paham akan hakikat diri dan bisa menembus sampai ke dalam lubuk hati manusia yang paling dalam. Inilah salah satu dari hikmah berziarah kepada Syekh. Syekh atau Guru Mursyid ketika berhadapan dengan Beliau akan menyingkapkan aib kita dengan cara mengkiyas, dengan tamsilan sehingga kita tidak merasa dipermalukan jika hal tersebut diungkapkan di hadapan orang banyak.
Guru Mursyid mengetahui hal-hal yang tidak terlihat oleh mata dan terfikir oleh akal, kemudian Beliau memberikan nasehat kepada para muridnya untuk menjadi pedoman dalam memperbaiki dirinya. Nasehat tersebut walaupun di ucapkan dihadapan ribuan orang, tapi masing-masing murid merasakan bahwa nasehat itu khusus untuk dirinya, begitu yang dirasakan oleh orang-orang ketika bersama dengan Gurunya.
Syukur yang mendalam selalu terlimpahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia yang luar biasa dengan diperkenalkan kekasih-Nya kepada kita sehingga atas bimbingan kekasih-Nya kita bisa mengenal Allah dengan baik, mengetahui aib diri dan memperbaiki aib tersebut sehingga menjadi manusia yang lebih baik. (sufimuda/arl)