Saturday, November 8, 2025
Home > Berita > Kenapa Harus Buru-Buru Iqamah

Kenapa Harus Buru-Buru Iqamah

Masjid Terapung Kendari

Kita kerap mendengar keluhan jamaah tentang singkatnya jeda waktu antara azan dan iqamah. Belum lagi sempat shalat tahiyatul masjid, shalat sunnah qobliyah, eh sudah ada yang iqamah.  Padahal sesuai sunnah, pengurus masjid (DKM) disarankan memberi jeda antara azan dan iqamah agar jamaah dapat menyelesaikan urusannya.

Sebuah riwayat menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu  Alaihi Wa Sallam memerintahkan Bilal untuk memberi jeda antara azan dan iqamah agar para calon peserta salat berjamaah dapat menyelesaikan urusannya. Dalam sabdanya Rasulullah  menyatakan;

اجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ نَفَسًا قَدْرَ مَا يَقْضِي الْمُعْتَصِرُ حَاجَتَهُ فِي مَهْلٍ , وَ قَدْرَ مَا يَفْرُغُ الْآكِلُ مِنْ طَعَامِهِ فِي مَهْلٍ

Jadikanlah antara azanmu dengan iqamahmu kelonggaran seukuran seorang mu’tashir (orang buang hajat) menyelesaikan hajatnya dengan tenang, dan seukuran orang yang sedang makan menyelesaikan makannya dengan tenang (tidak tergesa-gesa)!” (HR. At-Tirmidzi, Silsilah Ash-Shahihah no. 887)

Megutip muslim.or.id, disebutkan bahwa sebagian masjid atau mushola menetapkan jeda waktu antara azan dan iqamah terlalu cepat. Ada yang jarak jedanya sangat cepat, di mana muazin setelah selesai azan, lalu salat sunnah, lalu langsung iqamah, tanpa melihat jamaah sekitarnya. Bahkan ada yang begitu selesai azan, langsung iqamah.

Lalu apa indikator bahwa jarak atara azan dan iqamah singkat atau terlalu cepat? Tidak sulit untuk mengetahui. Biasanya banyak jamaah yang terlambat ikut salat berjamaah atau masbuq, banyak yang sampai di masjid tidak sempat salat sunnah terlebih dahulu, tidak sempat berdoa di antara azan dan iqamah (padahal merupakan waktu mustajab-nya doa). banyak jamaah yang merasa terlalu terburu-buru seperti sedang mengejar sesuatu ketika menuju masjid. Baru keluar dari rumah iqamah telah berkumandang.

Takmir masjid biasanya beralasan kenapa jeda antara azan dan iqamah begitu singkat. Antara lain, dia menyatakan; seharusnya para jamaah datang ke masjid jauh-jauh waktu, bukannya setelah azan berkumandang. Takmir seperti itu tak peduli apa alasan orang, dimana keadaan setiap orang berbeda-beda.

Yang lebih menyesakkan, dengan seenaknya ada takmir yang berucap; “Jika tidak suka salat di masjid ini silakan cari masjid lain.” Benar-benar sikap yang tidak bersahabat dan tidak mencerminkan sikap seorang mukmin. Akibatnya, orang-orang yang tidak bisa mengikuti aturan di masjid itu ya memilih mencari masjid atau mushola lain yang lebih longgar.

Lalu berapa perkiraan jeda antara azan dan iqamah? Memang tidak ada patokan khusus dengan menyebutkan waktu berapa menit. Namun apa yang disabdakan Rasullullah;  “Jadikanlah antara azanmu dengan iqamahmu kelonggaran seukuran seorang mu’tashir (orang buang hajat) menyelesaikan hajatnya dengan tenang, dan seukuran orang yang sedang makan menyelesaikan makannya dengan tenang (tidak tergesa-gesa)!” Sudah sangat dapat dipahami.

Ulama seperti Syaikh Abdul bin Abdullah bin Baz menyarankan jeda sekitar 15 hingga 20 menit. Sejumlah ulama menyebutkan,  ukuran jeda sebaiknya seperti selesai mandi dan wudhu, salat dua rakaat, atau membaca sejumlah ayat tertentu, tergantung waktu shalatnya.

Kenapa harus ada jeda waktu yang cukup? Tidak buru-buru antara azan dan iqamah? Bisa jadi karena kondisi di rumah, perlu membantu istri mengawasi bayi, atau karena alasan pekerjaan (bagi jamaah masjid yang dekat perkantoran), bisa juga karena mendadak ingin buang hajat.

Yang penting lagi, jamaah membutuhkan waktu untuk melaksanakan sunnah-sunnah. Simak apa yang dijelaskan Ibnu Qudamah rahimahullah yang menyatakan iqamah hendaknya diakhirkan: Beliau rahimahullah berkata;

لأن الاذان شرع للاعلام فليسن تأخير الإقامة ليدرك الناس الصلاة في المغرب كسائر الصلوات (فصل) ويستحب أن يفصل بنى الأذان والإقامة بقدر الوضوء وصلاة ركعتين

Azan adalah syiar untuk mengumumkan tanda (masuk salat). Disunnahkan mengakhirkan iqamah agar jamaah mendapati jeda pada salat maghrib dan salat-salat lainnya. Disunnahkan memberikan jeda antara azan dan iqamah dengan sekadar waktu jamaah berwudu dan salat dua rakaat.” (Asy-Syarhul Kabir, 1: 41)

Harus diingat, jamaah memerlukan waktu untuk berdoa di  antara azan dan iqamah, karena doa pada waktu itu mustajab. Umat diperintahkan agar berdoa. Jika jarak jeda terlalu cepat tentunnya sulit melaksanakan sunnah ini. Sunnah pada jeda azan dan iqamah memberi ruang bagi jamaah melaksanakan sholat sunnah, berdoa, berdzikir, membaca Al-Qur’an, dan mempersiapkan diri.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا

Sesungguhnya doa yang tidak tertolak adalah doa antara azan dan iqamah, maka berdoalah!” (HR. Ahmad, disahihkan oleh Syu’aib Al-Arnauth)

Perlunya jeda yang cukup agar waktu berkumpulnya jamaah bisa terjadi, serta imam dapat memeriksa apakah jamaah sudah siap. Tidak terjadi banyak jamaah yang datang belakangan menjelan salat atau ketika salat sudah dimulai.

Diantara jamaah mungkin ada pula yang bertanya-tanya, siapakah yang berhak melakukan iqamah? Bangkali apa yang dijelaskan Syafi’iyyah Sayyid Sabiq dalam kitabnya mengatakan, bahwa para ulama sepakat, siapapun boleh iqamah, baik orang yang mengumandangkan adzan sebelumnya maupun orang lain. Namun, yang lebih utama adalah orang yang mengumandangkan adzan dialah yang melakukan iqamah.

Untuk memudahkan mengetahui waktu azan dan waktu iqamah biasanya setiap masjid dan mushola telah menyetel waktu di jam dinding yang dimiliki. Apalagi saat sekarang jam-jam digital mudah didapat dengan harga terjankau. Dengan pengaturan waktu azan dan iqamah tersebut pihak yang bertugas azan dan iqamah telah tahu waktu pelaksanaannya.

Dengan bantuan alarm (bunyi) jam, azan dan iqamah bisa dilakukan sesuai jadwal. Perlu pula diperhatikan, sebelum alarm berbuyi bisa saja iqomah dilakukan bila tidak ada lagi jamaah yang salat sunnah, dengan catatan waktunya memang tidak memungkikan lagi untuk shalat sunnah bagi jamaah yang baru datang. Namun sebaiknya jangan iqamah dulu bila masih ada jamaah yang melakukan tahiyiat.Tunggu dulu dia melakukan salam. Kecuali jika alarm  telah berbunyi.

Yang tak kalah pentingnya perlu dilakukan DKM masjid-masjid adalah mencocokkan waktu jam secara berkala, karena yang namanya buatan manusia ada saja kendalanya. Bisa jadi jam sudah kecepatan atau sebaliknya. Hal itu kerap terjadi, hingga waktu berbuka puasa jadi kecepatan beberapa menit karena jam yang dijadikan patokan azan terlalu cepat alias eror.***(Djunaedi Tjunti Agus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru