Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Anastasia Rita Tisiana mengatakan, desa pesisir bisa menjadi sumber program ketahanan pangan.
“Kegiatan ketahanan pangan harus berbasis desa. Jangan lupa bahwa desa bisa dijadikan subjek program ketahanan pangan,” kata Anastasia dalam acara diskusi HUT ke-5 Panennews, media digital yang fokus menyajikan berita seputar agribisnis, di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis lalu.
Ketahanan pangan merupakan program utama Presiden Prabowo Subianto dan menjadi bagian dari Asca Cita. Prabowo sudah mencanangkan program cetak sawah dan brigade pangan.
Menurut Anastasia, yang harus disediakan dalam ketahanan pangan itu ada tiga hal yakni ketersediaan karbohidrat, lemak dan protein.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kata Anastasia, berperan dalam menyediakan protein, sehingga, perlu didorong peningkatan budidaya ikan berbasis pesisir dan darat. Masyarakat desa, menjadi pembudidaya ikan darat dan juga laut.
“Desa ini bisa diangkat menjadi kekuatan ketahanan pangan. Minimal hasil produksi itu untuk desanya sendiri, bahkan ke regional kecamatan atau kabupaten,” ujarnya.
Guna menciptakan ketahanan pangan berbasis desa ini, kata Anastasia, KKP sudah membuat dua konsep pengembangan. Pertama, kampung nelayan modern. Kedua, desa budidaya cerdas.
“Dua konsep ini targetnya mewujudkan ketahanan pangan dan menciptakan kemandirian masyarakat dan sumber dayanya,” ujarnya.
Dalam kampung nelayan modern, ada sejumlah faktor kunci yang dilakukan. Di antaranya, komponen rekayasa sosial. Bagaimana mengubah perilaku masyarakat agar lebih produktif, mandiri, dan menghasilkan kualitas ikan yang lebih terjamin
“KKP membantu meningkatkan sumber daya masyarakat, sarana dan prasarana serta apa saja yang dibutuhkan. Apa ada komoditas unggulan yang bisa di kembangkan di desa itu,” paparnya.
Contoh kampung nelayan
KKP mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dari sisi perubahan perilaku. Sehingga kampung itu menjadi lebih produktif dan mandiri.
“Kami sudah ada contoh kampung nelayan modern. Di sana dibangun dermaga, kios ikan, cold storage bahkan hingga pabrik es. Meski itu perlu dievaluasi,” kata Anastasia.
Kedua, adalah pengembangan smart fisheries village atau desa budidaya cerdas. Dala program ini, KKP melakukan pengembangan SDM, meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.
“Salah satu desa yang berhasil dikembangkan dengan konsep ini adalah Desa Kawali di Jawa Barat. Desa ini berhasil meningkatkan produksi ikan nila secara signifikan. Mereka membuat ikan diolah menjadi nugget , brownis yang punya nilai tambah,” paparnya.
Desa Kawali juga berhasil memberdayakan perempuan. Mereka diberdayakan mengolah hasil budidaya dan menjualnya secara online.
“Bahkan ada pemancingan ikan, penjualan secara digital. Desa ini berhasil menyediakan pangan di lingkungan sendiri bahkan mampu meningkatkan kuota, lebih bergizi dan lebih aman,” pungkasnya.
Desa itu berubah menjadi produktif, karena digerakkan oleh local champion seperti para kepala desa, pemuda dan ibu-ibu yang mau berubah.
Setelah ada penggerak, mereka didorong untuk menciptakan produk yang baik dan mampu berdaya saing. “Itulah tugas besar para penyuluh sehari-hari dengan masyarakat,” ucapnya.
Pembicara lainnya, Wasekjen Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Zaenal mengungkapkan, ketahanan pangan di desa masih jauh dari harapan.
“Seperti di desa saya, 90 persen mereka itu petani. Tapi ketika aa bansos mereka tetap berebut mendapatkannya. Ini berarti ketahanan pangan belum terjadi,” tandas Zaenal.
Pemerintah, lanjutnya, harus melakukan intervensi nyata bagi warga desa, jagan hanya program yang cenderung hanya seremonial. (ril / him)