Friday, March 29, 2024
Home > Berita > 11 hari jelang Le Mans 24 Jam – Tragedi 1955, Petaka Sekaligus Pelajaran Besar 

11 hari jelang Le Mans 24 Jam – Tragedi 1955, Petaka Sekaligus Pelajaran Besar 

Tragedi di lintasan balap pada 1955. (le mans)

Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Dalam ajang motorsport apa pun selalu saja ada momen (tragedi), di mana pelajaran besar diambil dari insiden itu.

Kalau F1 punya tragedi Ayrton Senna di Imola tahun 1994, maka pada 24 Hours of Le Mans menjadikan tragedi 1955 sebagai pemicu pembenahan penyelenggaraan.

Pada dekade tersebut adalah lazim pebalap F1 bisa ikut juga 24 Hours of Le Mans. Ada dua hal, pertama karena jumlah seri F1 masih sedikit dan kedua lantaran tuntutan stamina tidak sebesar di era modern.

Juan Manuel Fangio (Argentina), yang saat itu sudah jadi juara dunia F1 dua kali, bertarung dengan dua pebalap F1 asal Inggris, Mike Hawthorn dan Stirling Moss.

Kejadian itu melibatkan Hawthorn (Jaguar), Lance Macklin (Inggris, Aston Healey), Pierre Levegh (Prancis, Mercedes), dan secara tidak langsung Fangio. Tanggal kejadian, ironinya, sama dengan penyelenggaraan 24 Hours of Le Mans tahun ini, 11 Juni.

Singkatnya, di lintasan ada tiga mobil beruntun: Hawthorn, Macklin, Levegh yang sudah di-overlap, dan Fangio.

Hawthorn ingin melakukan pit stop di sebelah kanan lintasan. Dan tanda untuk itu adalah dengan mengangkat tangan, karena belum ada line penanda ke pit entry. Hawthorn sudah mengangkat tangan, namun dibarengi dengan mengerem keras dan itu membuat Macklin kaget sehingga banting setir ke kiri.

Aksi Macklin itu membuat Levegh yang persis di belakangnya menabrak dia dan keduanya terbuang ke kiri dan arah penonton. Sementara itu Fangio yang ada di belakang semua kejadian itu malah selamat karena bisa menghindar.

Levegh menjadi yang paling parah. Mobil Mercedesnya terpental dan bahkan patah, plus menimpa penonton dengan kobaran api yang ditimbulkannya. Levegh tewas, begitu juga dengan 84 penonton. Ini belum ditambah mereka yang mengalami cedera ringan dan parah.

Balapan sempat dihentikan, namun kemudian karena beragam pertimbangan dilanjutkan oleh Race Director, Charles Faroux. Ironinya lagi, Hawthorn yang dianggap sebagai penyebab tragedi malah memenangi balapan, di mana pada separuh jalan semua mobil Mercedes dan Ferrari sudah memutuskan tidak melanjutkan lomba.

Imbas dari kejadian ini adalah banyak negara memberlakukan ketat penyelenggaraan balapan, walau 24 Hours of Le Mans sendiri tetap diadakan pada tahun berikutnya. Perbaikan dilakukan di banyak sektor terutama dari sisi safety. Line ke arah pit kemudian menjadi kewajiban di Le Mans.

Mercedes mundur dari semua motorsport yang waktu disebut sampai batas waktu tidak ditentukan.

Swiss bahkan baru mencabut larangan penyelenggaraan balapan pada 2015 dan hanya mengizinkan balap mobil listrik digelar. Dan ajang itu adalah Formula E, Bern e-Prix.  (arl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru