Mimbar-Rakyat.com )Tanjung Selor, Kaltara) – Kasus penambangan tanpa izin yang melibatkan owner PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ), J KLiu beserta sejumlah rekannya memasuki babak baru. Proses penyerahan tersangka dan barang bukti atau tahap II resmi dilakukan oleh penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Berdasarkan pantauan di lapangan, pada Selasa (7/10), rombongan penyidik tiba di dermaga Tanjung Selor-Salimbatu untuk mengawal penyerahan para tersangka, yakni JKLiu, MY dan JR. Para tersangka yang sebelumnya ditahan di Mabes Polri bersama barang bukti terkait kasus ini dibawa ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulungan.
Penyerahan tahap II menandai bahwa berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) oleh pihak kejaksaan. Selanjutnya, tersangka akan menghadapi proses hukum lebih lanjut di persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai aturan hukum yang berlaku.
Hingga berita ini diturunkan, Kejari Bulungan belum memberikan konfirmasi resmi tentang penyerahan tahap II tersebut.
Kasus dugaan penambangan tanpa izin yang menjerat PT PMJ menarik perhatian publik luas karena aktivitas ilegal ini menyebabkan kerusakan lingkungan serius di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) MBJ serta koridor milik negara yang berada di Desa Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung (KTT), Kalimantan Utara (Kaltara).
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Selor telah menegaskan bahwa PT PMJ terbukti melakukan penambangan ilegal. Perusahaan dijatuhi vonis denda sebesar Rp50 miliar sebagai denda pokok pidana dan Rp35 miliar sebagai denda atas kerusakan lingkungan. Apabila denda tersebut tidak dibayar sesuai ketentuan, pihak jaksa berwenang menyita aset perusahaan untuk menutup denda yang ada.
Putusan PN Tanjung Selor kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Kaltara. Majelis hakim menegaskan bahwa terdapat kerugian negara akibat kasus penambangan ilegal ini dan perbuatan tersebut diketahui serta disetujui oleh owner PT PMJ, direktur, dan Kepala Teknik Tambang (KTT) perusahaan.
Aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan PT PMJ juga menimbulkan berbagai dampak negatif, terutama terhadap lingkungan dan keselamatan kerja. Penambangan berulang kali memicu longsor yang menyebabkan hilangnya nyawa pekerja tambang.
Tercatat ada tiga korban jiwa dalam insiden ini, dan satu orang lainnya belum ditemukan hingga saat ini. Kondisi tersebut menambah urgensi penegakan hukum dan pengawasan ketat dalam praktik pertambangan di wilayah tersebut demi keselamatan dan perlindungan masyarakat dan lingkungan.
JKL sempat masuk daftar buronan Interpol sebelum akhirnya berhasil ditangkap di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Jumat, 25 Juli 2025. Penangkapan hasil kerja sama tim gabungan dari NCB Interpol Indonesia, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, serta petugas Imigrasi di bandara tersebut dilakukan setelah pencarian intensif atas dugaan kejahatan lingkungan hidup yang dituduhkan kepadanya.
Setelah penangkapan, JKL bersama tersangka lainnya menjalani pemeriksaan dan proses hukum yang ketat sampai ke tahap penyerahan berkas perkara dan barang bukti ke kejaksaan.
Kasus praktik pertambangan tanpa izin (PETI) ini mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya penegakan hukum tegas terhadap berbagai aktivitas ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara.
Penanganan kasus PT PMJ menjadi salah satu contoh nyata bagaimana pemerintah dan aparat penegak hukum bekerja secara sinergis untuk menindak pelaku kejahatan lingkungan demi menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan keamanan wilayah.
Penyerahan kasus tambang ilegal PT PMJ ke JPU menandai tahap lanjutan proses hukum yang harus dilewati oleh Juliet Kristianto Liu dan rekannya. Vonis berat dan denda signifikan menjadi cerminan keberanian pengadilan untuk menindak tegas pelanggaran izin pertambangan yang merusak lingkungan.
Kasus ini juga menjadi peringatan bagi pelaku usaha tambang lainnya agar selalu memperhatikan aturan hukum dan tanggung jawab sosial lingkungan dalam menjalankan usahanya. Dengan penanganan serius dari aparat keamanan dan penegak hukum, diharapkan Kalimantan Utara dapat terhindar dari praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat dan alam sekitarnya.
Publik dan pemangku kepentingan diharapkan tetap mengawal proses hukum kasus ini agar berjalan transparan dan adil, sekaligus mendorong kesadaran kolektif akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup dan kepatuhan terhadap peraturan pertambangan yang berlaku demi masa depan yang berkelanjutan. (laporan I Made Wahyu Rahadia)