Bertanya adalah tugas wartawan yang harus dilakukan ketika wawancara, baik itu dalam jumpa pers, wawancara cegat, maupun wawancara khusus yang sudah direncanakan.
Tanpa pertanyaan, wawancara tidak akan bisa dilakukan. Sesungguhnya wawancara bagi wartawan adalah bertanya untuk menggali informasi. Bagaimana mungkin wartawan mendapatkan berita, kalau tanpa bertanya.
Bertanya adalah tugas wartawan atau jurnalis. Siapa yang menghalang-halangi tugas ini, akan melanggar undang-undang tentang nomor 40 tahun 1999.
Kejadian yang dialami jurnalis CNN Indonesia Diana Valencia jangan membuat wartawan lain takut bertanya. Diana bertanya mengenai persoalan paling aktual di dalam negeri kepada Presiden Prabowo Subianto yang baru mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta sepulang dari lawatannya ke luar negeri, Sabtu, 27 September 2025.
Pertanyaan yang diajukan Diana seputar program pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG). Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden rupanya tidak berkenan dengan pertanyaan Diana. Program MBG sedang dirundung banyak persoalan, termasuk banyak pelajar sekolah yang keracunan makanan MBG.
Sejurus dengan pertanyaan tentang MBG, petugas mencabut kartu identitas reporter liputan istana atas nama Diana.
Tindakan pencabutan identitas liputan istana dinilai kalangan pers mengganggu kebebasan pers.
Ketua Dewan Pers Prof. Komarudin Hidayat mengimbau semua pihak menghormati kebebasan pers.
* * *
DALAM pelatihan jurnalisme di Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI)-PWI ataupun pelatihan pra uji kompetensi wartawan, kami selalu membekali dan menyegarkan ingatan kembali bagaimana wawancara dengan baik, gigih, dan tetap kritis.
Wawancara adalah salah satu rangkaian kegiatan jurnalistik dalam memperoleh kebenaran informasi, fakta, dan data pendukungnya.
Wawancara dilakukan dengan kaidah jurnalistik. Tanpa mengikuti cara-cara yang sudah dibakukan dalam jurnalistik, wartawan akan meraba-raba apa yang akan dilakukan ketika melakukan wawancara. Bisa jadi wawancaranya menghasilkan informasi yang tidak lengkap dan kurang akurat.
Karena itu setiap wartawan yang akan melakukan wawancara harus tahu teknik wawancara supaya bisa mengajukan pertanyaan kritis dan memperoleh jawaban sesuai informasi yang dibutuhkan.
Dengan mengajukan pertanyaan yang kritis dan mengejar penjelasan yang tidak logis dengan pertanyaan-pertanyaan, wartawan tidak akan mudah dikibuli, tahu mana yang disinformasi maupun misinformasi.
Sebagai bahan ingatan saja bahwa disinformasi terjadi ketika narasumber dan wartawan secara sengaja bersekongkol memasukkan informasi yang tidak benar dengan tujuan menyesatkan pemahaman publik demi kepentingan pihak tertentu.
Sedang misinformasi terjadi ketika wartawan salah memperoleh informasi ketika wawancara atau salah memahami informasi yang didapat dari narasumber. Sementara wartawan yang menyebarkannya tidak tahu bahwa beritanya salah.
Persiapan Wawancara
1.Sebelum melakukan wawancara (interview), cari lah latar belakang orang yang akan diwawancarai dan latar belakang thema atau topik yang akan ditanyakan dalam dalam wawancara.
2.Lakukan penelusuran/penggalian seputar topik yang akan ditanyakan melalui berbagai dokumentasi.
3.Pikirkan apa angle berita yang akan dibuat nanti setelah wawancara. Kutipan kuat apa yang diperlukan dari narasumber. Bila perlu sudah dibayangkan judul berita yang akan dibuat. Dan, format atau ragam berita yang mana yang mau digunakan.
4.Siapkan pertanyaan-pertanyaan, baik yang lunak maupun yang keras. Pertanyaan keras biasanya diberikan pada urutan terakhir.
5.Fakta, data, atau statistik apa yang diperlukan dari narasumber? Ini diperlukan juga manakala berita akan dilengkapi dengan infografis.
6.Pikirkan juga foto dan video streaming kalau diperlukan.
Setelah persiapan dilakukan, kita perlu melihat format wawancara apakah dilakukan secara terbuka, didengar oleh publik langsung, seperti wawancara di radio dan televisi, one on one secara tertutup, dan wawancara cegat (doorstep/doorstop).
1.Kalau wawancara dilakukan secara terbuka siapkan fisik, kebugaran, suara, dan pakaian yang pantas (untuk radio/TV). Tetap harus menguasai topik dan mengenali audiens. Perhatikan durasi waktu wawancara yang disediakan, dan latihan berbahasa lisan yang jelas dan baik.
2.Wawancara tertutup dalam ruangan, biasanya berlangsung lebih akrab dan menggali banyak informasi dan dalam, karena waktu tersedia biasanya relatif lama. Semua dilaksanakan sesuai rencana.
3.Sedangkan wawancara cegat, biasanya dilakukan ketika narasumber baru keluar dari ruangan. Biasanya pewawancara sudah punya bahan berita, tetapi perlu konfirmasi atau penjelasan tambahan. Jelas waktunya cukup singkat.
Mulai Wawancara:
Sebelum wawancara harus disadari bahwa kegiatan pewawancara adalah berbicara, bertanya, mendengar, mengingat, menggali, mengkritisi, merekontruksi untuk menuliskan suatu peristiwa.
1.Beberapa menit sebelum wawancara, lakukan smalltalk atau bicara-bicara ringan dulu supaya tidak tegang. Kemudian sampaikan pengantar wawancara secara ringkas dan sesuai topik.
2.Sampaikan pertanyaan-pertanyaan yang jelas, sesuai yang sudah disiapkan. Ada dua model pertanyaan open-ended question untuk mendapatkan jawaban panjang. Pertanyaan ini diawali dengan apa, mengapa, dan bagaimana. Misalnya, apa yang terjadi?, mengapa kau lakukan itu?, atau bagaimana semua itu bisa terjadi? Model pertanyaan berikutnya closed-ended questions untuk memperoleh jawaban singkat, nama, titel, ya atau tidak. Pertanyaan ini diawali dengan siapa, dimana, kapan. Misalnya, kapan peristiwa terjadi? Siapa yang terlibat dalam kejadian itu?Pertanyaan berikutnya kejar sampai memperoleh jawaban 5W+1H dengan meyakinkan.
3.Mintalah data tertulis berupa angka-angka atau keterangan untuk mendukung akurasi berita.
4.Kontrol arah pembicaraan narasumber. Kalau penjelasan bertele-tele, biarkan jangan dipotong sampai pembicaraan berhenti sementara. Langsung disusul pertanyaan berikutnya.
5.Ketika mencatat jawaban narasumber, jangan biarkan mata selalu tertuju pada kertas catatan. Berlatihlah mencatat tanpa melihat buku catatan atau block-note, lalu mata arahkan pada mata narasumber (kontak mata). Dengan demikian, pewawancara menghargai dan memperhatikan nara sumber.
6.Jangan takut dianggap bodoh sehingga takut bertanya. Wartawan muda biasanya takut mengajukan pertanyaan yang dianggap terlalu sederhana, karena takut dibilang bodoh. Sampaikan saja bahwa Anda belum paham dan minta dijelaskan lebih detail. Jangan takut bertanya, wartawan yang paham banyak mengenai topik yang sedang dibicarakan juga tetap harus bertanya kepada narasumber untuk bahan tulisan. Tidak mungkin dia bicara sendiri dan ditulis sendiri. Kalau wartawan takut bertanya, dia nanti tidak bisa menjelaskan beritanya pada pembaca. Yang perlu diperhatikan juga jangan menunjukkan diri paling pintar atau sok pintar.
7.Mem-verifikasi. Tanyakan pertanyaan sesuatu yang sudah anda ketahui jawabannya. Anda perlu mengutip apa yang dikatakan oleh narasumber, bukan oleh pewawancara sendiri. Perlu juga diperhatikan, kalau narasumber menyebut nama orang lain, anda haru mengecek orang yang disebut namanya.
8.Catat dan minta dieja untuk penyebutan nama atau kata yang belum jelas penulisannya.
9.Hargai off the record. Tetapi jangan menerima begitu saja. Pewawancara harus menjelaskan maksud penulisan materi yang dinyatakan off the record. Begitu pula ketika narasumber minta tidak disebutkan namanya, jelaskan maksud dan tujuan penulisan nama narasumber. Jelaskan bahwa wartawan tidak bisa menulis sumber tanpa nama. Bila perlu jelaskan mulai awal wawancara. Kalau narasumber tetap ngotot, berunding lah bagaimana menyebut namanya secara aman.
10.Jaga sensitivitas, apakah pertanyaan mengarah ke pribadi atau tetap untuk kepentingan umum. Pertanyaan yang bersifat pribadi sebaiknya dihindari.
11.Minta nomor telepon narasumber untuk minta penjelasan kalau ada penjelasan yang masih belum jelas. (*)
— Catatan ini ditulis dari berbagai sumber, pengalaman saya sebagai wartawan Harian Kompas (1989- 2018), dan dua buku Journalism, Fake News & Disinformation, Handbook for Journalism Education and Training, (UNESCO), dan Writing and Reporting News, A Coaching Methode, Wadsworth Chengage Learning, 2010.
***
( M. Nasir – ⁃Anggota Forum Wartawan Kebangsaan (FWK), pernah aktif di Kelompok Kerja Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Dewan Pers (2022- Mei 2025) dan mantan wartawan Harian Kompas)