Proses perebusan Buah Aren
Mimbar-Rakyat.com (Kuningan) Penjualan buah kolang – kaling di saat Ramadhan meningkat, hal itu disebabkan banyaknya masyarakat yang memburu kolang – kaling sebagai menu untuk berbuka puasa.
Biasanya kolang – kaling yang menjadi primadona saat bulan Ramadhan berbentuk disajikan sebagai bahan campuran kolak, es campur atau dibuat sebagai manisan.
Dalam bahasa Belanda kolang – kaling biasa disebut glibbertjes ini, dibuat dari biji pohon aren (Arenga pinnata) yang berbentuk lonjong, pipih dan bergetah, dengan rasa yang menyegarkan.
“Untuk mengambil buah pohon aren, harus hati – hati karena pohon aren ini tumbuhnya secara alami, dengan bantuan burung atau hewan lainnya,”ungkap Suherman, Kepala Desa Ciasih, Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, saat menunjukan lokasi pengolahan kolang – kaling.
Suherman pun menjelaskan kesulitan saat memetik buah aren, yakni keberadaan pohonnya yang terletak di tebing. “Biasanya pohonnya berada di tebing, dan buahnya menggantung di atas, jadi jarang yang mau dan bisa memanjat pohon aren ini, nah kebetulan yang bisa ada di Desa Ciasih, ya ini Pak Gatot,”ujarnya sambil mengenalkan pemilik usaha pengolahan kolang – kaling.
Hal itu dibenarkan oleh Gatot (63 tahun) lyang telah menjalankan usahanya selama puluhan tahun. Dikatakan Gatot, dirinya selama ini menjalankan usaha tersebut tidak berkelompok. “Saya mah sendiri saja, jalani usaha ini, karena ngga pada bisa metiknya, ya paling memberikan upah untuk yang bantuin ambil buahnya saja,”terang pria yang telah memiliki dua orang cucu ini.
Diakuinya profesi sebagai pengolah dan pemetik buah aren, sangatlah jarang bahkan hampir tidak ada. “Karena harus punya keahlian khusus saat memanjat pohon aren, karena buahnya juga mengandung getah yang bikin gatal kulit, jadi tidak sembarangan memetik buah aren,”kata Gatot.
Satu pohon bila buahnya banyak, Ia bisa mendapatkan satu mobil kolt penuh, dengan biaya sebesar Rp. 100 ribu. “Tapi kalau buahnya jarangnya mah, paling Rp. 25 ribu – Rp. 50 ribu, dan pohonnya juga susah ditemui,”jelasnya.
Penjualan di bulan Suci Ramadhan, sangat ditunggu olehnya, sebab biasanya kolang – kaling tidak begitu banyak, untuk mengantisipasi finansial rumah tangganya Ia pun beralih profesi menjadi buruh bangunan. “Bulan puasa memang sudah pasarannya, banyak yang pesan, kalau bukan bulan puasa mah biasanya dianterin, tapi karena sekarang ramadhan dan banyak sekali yang pesan, jadi terpaksa yang beli harus menjemputnya ke sini,”ujarnya.
Di bulan puasa, harga kolang – kaling untuk grosir sebesar Rp. 8.500 / kg, sedangkan eceran sebesar Rp. 10 ribu/kg. “Tapi biasanya yang beli grosir tuh, belinya perkwintal, buat dijual lagi ke pasar – pasar. Seperti Pasar Darma, Kepuh, Baru, Kuningan,dll,”papar Gatot sambil menstek buah aren dari tangkainya.
Usai distek, buah aren tersebut direbus dengan drum berbahan bakar kayu bakar dengan durasi sekitar 60 hingga 90 menit, setelah itu ditiriskan, baru kemudian dikupas dan dibersihkan. Terakhir direndam dengan air, kolang – kaling seger ini, siap untuk dipasarkan.
Abah Gatot pun memberikan tips agar kolang – kaling bisa membesar. “Caranya direndam dengan air, terus airnya diganti-ganti dicuci dari lendirnya, dengan direndam, kolang – kaling ini bisa membesar karena menyerap air juga, dan itu bisa tahan lama hingga satu minggu,”terangnya.
Dalam sehari Abah Gatot ini, mampu memproduksi hingga 50 kilogram Kolang – Kaling, dengan tiga kali rebusan Kolang – Kaling. “Biasanya satu kali ngerebus itu bisa sampai 20 kilogram, dan paling banyak sehari bisa produksi sampe 50 kg,”ujarnya.
Jika sedang ramai, Ia pun bisa mendapatkan Rp. 150 ribu dalam sehari, sudah dipotong upah buru. Sebagai informasi, di Pasar Baru, harga perkilogram kolang – kaling kini mencapai Rp. 18 ribu – Rp. 20. Ribu perkilogram.