Suami dan istri terancam dilarang berhubungan intim.
Disadari atau tidak tentang risikonya, mungkin saja ada orang yang melontarkan ucapan menyamakan istrinya dengan ibunya. Misal belaian tangan istri di kepala ketika lagi santai di rumah, membuat sang suami teringat peristiwa waktu kecil, saat ibunya membelai kepalanya, lalu otomatis berucap; “Kamu seperti ibu saya.”
Karena keduanya tidak mengerti, kemesraan antara suami dan istri terus berlanjut. Pada hal tanpa disadari ucapan suami telah menyalahi ketentuan agama. Kasih sayang yang terasa indah, waktu yang ada terus dimanfaatkan untuk bercinta kasih, karena pada hari-hari biasa keduanya sama-sama sibuk.
Sejatinya ucapan sang suami telah merupakan zihar, perbuatan yang dilarang dalam Islam.
Secara bahasa, zihar berasal dari kata zhahr (bahasa Arab) berarti “punggung”. Dulu kata itu digunakan masyarakat Arab Jahiliyah untuk menyatakan bahwa istrinya haram digauli seperti haramnya menggauli ibunya sendiri.
Jadi, menzihar istri adalah ucapan seorang suami menyamakan istri dengan wanita mahram-nya (perempuan yang haram dinikahi selamanya), seperti ibu. Perbuatan itu dilarang dalam Islam dan akan menyebabkan suami harus membayar kafarat (denda) sebagai bentuk permohonan pengampunan dosa sebelum boleh berhubungan intim kembali dengan istri.
Suami, yang melakukan zihar, sebelum membayar atau melakukan kafarat dilarang menyetubuhi istrinya.
Suami harus melakukan salah satu dari opsi kafarat berikut:
* Memerdekakan seorang hamba sahaya/budak.
* Berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
* Memberi makan enam puluh orang miskin.
Zihar memang tidak secara otomatis menyebabkan perceraian antara suami dan istri. Tetapi jika setelah batas waktu yang ditentukan (sekitar empat bulan) suami belum juga membayar kafarat, istri berhak mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan.
Larangan zihar bermaksud menghargai kedudukan istri dan mencegah suami menyamakannya dengan mahramnya, demi menjaga keharmonisan dan keadilan dalam rumah tangga.
Larangan perbuatan zihar sangat serius. Hal itu ditegaskan dalam Al-Quran, juga hadis.
Dalam surah Al-Mujadalah ada ketegasan larangan zihar. Pada ayat 2;
“الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَائِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنكَرًا مِّنَ الْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ”.
Artinya: “Orang-orang di antara kamu yang menzhihar istrinya (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka adalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun”.
Jadi, zihar adalah tindakan seorang suami yang menyamakan istrinya dengan ibunya
Sedang pada surah Al-Mujadalah Ayat 3, disebutkan:
وَالَّذِيْنَ يُظٰهِرُوْنَ مِنْ نِّسَاۤىِٕهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّتَمَاۤسَّاۗ ذٰلِكُمْ تُوْعَظُوْنَ بِهٖۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ٣
Artinya: Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Surat Al-Mujadalah ayat 4 menyatakan:
فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَبْلَ اَنْ يَّتَمَاسَّاۗ فَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَاِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًاۗ ذٰلِكَ لِتُؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِۗ وَلِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ٤
Artinya:
“Maka barang siapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barang siapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang mengingkarinya akan mendapatkan azab yang sangat pedih.”
Memerdekakan hamba sahaya adalah pilihan pertama, meskipun pada masa sekarang tidak ada hamba sahaya lagi. Atau wajib puasa dua bulan berturut-turut jika tidak mampu memerdekakan budak, dan harus dilakukan sebelum suami berhubungan badan lagi dengan istrinya. Memberi makan 60 orang miskin menjadi pilihan terakhir bila tidak mampu membebaskan budak dan berpuasa. Itu wajib.
Tujuan dari pelaksanaan kafarat untuk memperdalam iman, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menjalankan hukum-hukum Allah. Orang yang mengingkari atau melanggar ketentuan akan mendapat azab yang pedih.
Hadis Ibnu Abbas ra, menyebutkan;
وَعَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ ظَاهَرَ مِنْ امْرَأَتِهِ فَوَقَعَ عَلَيْهَا، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إنِّي ظَاهَرْتُ مِنْ امْرَأَتِي، فَوَقَعْتُ عَلَيْهَا قَبْلَ أَنْ أُكَفِّرَ. فَقَالَ : مَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ، يَرْحَمُكَ اللَّهُ ؟ قَالَ : رَأَيْت خَلْخَالَهَا فِي ضَوْءِ الْقَمَرِ. قَالَ : فَلَا تَقْرَبْهَا حَتَّى تَفْعَلَ مَا أَمَرَكَ اللَّهُ. رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلَّا أَحْمَدَ، وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ.
وَهُوَ حُجَّةٌ فِي تَحْرِيمِ الْوَطْءِ قَبْلَ التَّكْفِيرِ بِالْإِطْعَامِ وَغَيْرِهِ.
وَرَوَاهُ أَيْضًا النَّسَائِيّ عَنْ عِكْرِمَةَ مُرْسَلًا وَقَالَ فِيهِ : فَاعْتَزِلْهَا حَتَّى تَقْضِيَ مَا عَلَيْكَ.
وَهُوَ حُجَّةٌ فِي ثُبُوتِ كَفَّارَةِ الظِّهَارِ فِي الذِّمَّةِ.
Dan dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa seorang laki-laki yang telah menzihar istrinya dan mencampurinya, menemui Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, Aku telah menzihar istriku, lalu aku mencampurinya sebelum aku membayar kafarah.”
Beliau bersabda, “Apa yang telah membuatmu melakukan itu? Semoga Allah merahmatimu.”
Laki-laki itu menjawab, “Aku melihat gelang kakinya di bawah sinar rembulan.”
Beliau bersabda, “Janganlah engkau mendekatinya, sampai engkau melakukan apa yang diperintahkan Allah padamu (membayar kafarat).”
(HR. Lima, kecuali Ahmad, dan Tirmidzi menshahihkannya.)
Hadis ini menjadi dalil bagi diharamkannya persetubuhan sebelum pembayaran kafarat.
Dan juga diriwayatkan oleh Nasa’i dari ‘Ikrimah secara mursal, dimana beliau bersabda, “Jauhilah dia, sampai engkau membayar kewajibanmu.”
Hadis ini menjadi dalil bagi diwajibkannya kafarat zihar atau zhihar sebagai tanggungan yang harus segera dibayar.
Lalu bagaimana jika si suami menyatakan istrinya sama seperti mantan pacarnya? Wah, saya belum menemukan tuntunan soal itu. Yang mungkin terjadi istrinya langsung ngambek. Masih untuk tidak merepet dan lari ke dapur untuk membanting piring.
Yang pasti, pacaran dilarang keras dalam Islam, karena dianggap mendekatkan diri kepada zina. Surah Al Isra ayat 32 menegaskan; “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya (zina) itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.*** (Dirangkum dari berbagai sumber.oleh Djunaedi Tjunti Agus)