Mimbar-Rakyat.com (Zamboanga) – Setidaknya dua orang tewas dan empat lainnya cedera dalam serangan granat terhadap sebuah masjid di Zamboanga, Filipina selatan. Demikian dikatakan pejabat setempat.
Serangan di kota Zamboanga itu, menurut laporan Al Jazeera, terjadi pada dini hari Rabu (29/1), hanya beberapa hari setelah ledakan kembar yang mematikan di sebuah katedral Katolik Roma di pulau Jolo dimana satu suara mendukung pemerintahan mandiri Muslim yang lebih luas di Mindanao, wilayah paling selatan yang bergejolak di negara itu.
“Sebuah granat dilemparkan ke dalam sebuah masjid yang menewaskan dua orang dan melukai empat lainnya,” kata jurubicara militer regional Letnan Kolonel Gerry Besana kepada kantor berita AFP tentang serangan di Zamboanga.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Presiden Rodrigo Duterte, Salvador Panelo, mengatakan para penyerang “mengejek” pemerintah dalam penanganan situasi perdamaian dan ketertiban di Mindanao.
“Terorisme sekali lagi mengangkat kepalanya yang biadab dan jelek,” kata Panelo.
Para korban dilaporkan adalah mereka yang tidur di dalam masjid pada saat serangan yang mendapat kecaman langsung dari pejabat setempat
“Ini adalah bentuk pengecut dan kebiadaban tertinggi kaena menyerang orang-orang yang berdoa,” kata pemimpin regional Mujiv Hataman.
“Kami menyerukan orang-orang dari semua agama … untuk bersama-sama berdoa untuk perdamaian.”
Dewan Ulama Semenanjung Zamboanga mengutuk apa yang disebutnya sebagai “tindakan jahat, tidak rasional, dan tidak manusiawi” dan meminta semua orang untuk waspada.
Pihak militer menyerukan persatuan di antara komunitas Mindanao dan mendesak publik untuk menahan diri dari spekulasi di media sosial yang dapat menyebarkan informasi yang salah.
Komandan satuan tugas regional Kolonel Leonel Nicolas menekankan insiden itu “bukan tindakan pembalasan” untuk pemboman gereja tiga hari sebelumnya.
Negara itu disiagakan tinggi setelah dua ledakan selama kebaktian hari Minggu di Katedral Our Lady of Mount Carmel di kota Jolo, provinsi Sulu, menewaskan sedikitnya 21 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya.
Kelompok Negara Islam Irak dan Levant (ISIL, juga dikenal sebagai ISIS) mengklaim bertanggung jawab atas ledakan katedral itu, salah satu insiden kekerasan terburuk di wilayah selatan Filipina yang bergolak.
Presiden Rodrigo Duterte menyalahkan Abu Sayyaf, sebuah kelompok bersenjata domestik yang telah berjanji setia kepada ISIL dan telah melakukan pemboman, penculikan, dan pemenggalan di Mindanao.
Insiden-insiden tersebut terjadi sertelah penyelenggaraan referendum 21 Januari yang sukses dan damai yang hasilnya sangat menyetujui otonomi bagi sekitar lima juta penduduk dari sebagian besar wilayah Muslim di Mindanao.
Hasil tersebut merupakan perjuangan separatis selama puluhan tahun yang telah menewaskan sedikitnya 120.000 orang.
Muslim minoritas di Filipina yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Kekerasan Rencana otonomi Mindanao bertujuan untuk mengatasi kemiskinan kronis, keterbelakangan dan kekerasan, sebagian besar didukung oleh orang Filipina secara nasional.***(edy)