MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Budaya inovasi! Ini kata paling hangat yang selalu dilontarkan para pembicara pada hari kedua Konferensi Olahraga FIA (FIA Sport Conference=FSC) 2016 yang berlangsung di kota Turin, Italia, 21-23 Juni 2016.
Sesi ini diisi beberapa nama kondang dari kalangan balap dunia serta dari asosiasi industri otomotif – yang memengaruhi kemajuan olahraga otomotif dunia dari sisi teknologi dan rancang bangunnya.
Sesi ini diawali dengan pembicara kunci Paolo Zenga, ketua Ermenegildo Zegna Group dan Wakil Presiden Altagamma, Association of Italian Luxury Brands.
Berbagai tokoh ahli berkumpul pada sesi ini, di antaranya Direktur Teknik F1 Ferrari, James Allison, CEO Pirelli Marco Tronchetti Provera, FIA Historic Comission President Paolo Cantarella, perancang legendaris mobil Giampaolo Dallara dan Direktur Teknis McLaren Dr Caroline Hargrove.
Peserta dari Indonesia diwakili Ketua Umum PP Ikatan Motor Indonesia, Sadikin Aksa, serta Sekjen IMI Jeffrey JP.
Tronchetti Provera membuka diskusi dengan mengangkat tema bagaimana olahaga bermotor membawa dan mengangkat merek Pirelli, baik dari sisi teknologi serta “brand image”.
“Mengetengahkan sisi penampilan dan keselamatan merupakan tantangan berkesinambungan. Ini menciptakan lingkungan menarik bagi perusahaan dimana hasrat bagi kemajuan otomotif menjadi tujuan utama. Hari ini, Pirelli tidak akan datang ke sini bila tidak demi motor sport,” katanya.
Hubungann antara jalan raya dan balapan tereksplorasi ketika Allison, yang fokus pada unit tenaga pada F1, berbicara tentang hal itu. “Peraturan lomba saat ini merupakan hal paling utama. Ini secara otomatis membuat kita berada pada jalan yang sama, kendati kita sama-sama pula berusaha membuat kompetisi tingkat tinggi. Kita dapat melakukan berbagai hal dan berinvestigasi yang membuat industri mobil akan menyesuaikan diri,” katanya.
Caroline Hargrove juga menunjukkan bagaimana rancang bangun F1 secara modern dapat bertransformasi dengan industri lainnya. “Kita melakukan sesuatu pada kancah lomba dan menjamin bangkitnya pengembangan kecepatan menakjubkan pada kendaraan – dan membawa mereka pada hal berbau bisnis.”
Diskusi tentang inovasi lomba dan jalan raya itu berlangsung hangat dan panjang, sampai akhirnya menjalar pada diskusi menyangkut perjalanan sejarah dalam motor sport. Cantarella mengungkapkan tentang popularitas sejarah motor sport, yang dikaitkan dengan rancangan mobil balap di masa lalu.
Ia juga mengetengahkan akan terjadinya hal dilematis, dimana akan terjadi “korban” dari keberhasilan itu sendiri. “Sejarah motor sport bisa menjadi alat peranan penting bagi orang yang menyukainya. Tapi kita juga menghadapi semacam risiko,” tuturnya.
“Pada ujungnya bisa terjadi inflasi harga plus isu tentang ide ‘pengembangan’ sejarah kendaraan, yang membuat mereka berlangsung lebih cepat dari yang seharusnya. Ini artinya, kita, FIA dan asosiasi otomotif nasional, harus bekerja keras untuk mempertahankan keberadaan sejarah perlombaan,” katanya.
Sesi hari kedua FIA Sport Conference itu diakhiri dengan pengenalan dua tokoh perancang mobil Italia, Giorgetto Giugiaro dan Paolo Pininfarina – yang menunjukkan bagaimana Italia menunjukkan hasrat (passion) dalam merancang kendaraan yang merupakan gabungan dari mobill masa lalu yang terintegrasi dengan teknologi mutahir, berupa motor sport serta mobil jalan raya.
Hari kedua konferensi itu, dengan tema inovasi rancang bangun dari masa lalu, masa kini dan masa depan, diisi dengan berbagai sesi interaktif, di antaranya degan judul “ Completing the Circuit”, “Q & A with Alain Prost”, “ Motor Sport Must be Acces to all Areas”, “FIA dan Pirelli Agreed Road Safety Deal”, “Q & A with James Allison”, direktur teknis F1 Ferrari.
Alain Prost dalam kesempatan itu menuturkan tentang kehebatan disiplin laga Formula Elektronik (FE). “Saya belum pernah menyaksikan jembatan yang begitu dekat dengan industri kendaraan, Jembatan ke masa depan,” katanya. (sumber buletin fia/arl)