Tuesday, March 19, 2024
Home > Cerita > Wisata: Pesona Legenda Pantai Batu Naga, di Kabupaten Tanggamus, Lampung

Wisata: Pesona Legenda Pantai Batu Naga, di Kabupaten Tanggamus, Lampung

Disebut Pantai Batu Naga, krena batu-batubya nenyerupai naga. (ist)

MIMBAR-RAKYAT.Com (Wisata) – Provinsi Lampung, potensi wisatanya tidak kalah dengan provinsi lain. Salah satu obyek wisata yang sangat menarik adalah Pantai Batu Naga, sebuah pantai dengan panorama elok dan deburan ombak alami.

Pesona Pantai Batu Naga, selain pada keindahan pantai dan jejeran batu yang menyerupai naga, juga pada legenda sang naga. Sejumlah pelancong yang pernah datang ke kawasan wisata laut ini di Lampung ini, mengaku sangat berkesan.

Gemuruh deburan ombak pertemuan air laut di perairan Teluk Lampung dan batu karang tampak begitu jelas terlihat begitu pengunjung sampai ke pantai ini.

Pantai Batu Naga terletak di Kecamatan Klumbayan, Kabupaten Tanggamus, Lampung yang memang belum banyak diketahui para pelancong, termasuk masyarakat di wilayah Lampung sendiri.

Seperti namanya, rangkaian batu karang yang terhampar di sepanjang pantai, memang menyerupai naga. Itulah sebabnya masyarakat menamakan pantai itu dengan sebutan Pantai Batu Naga. Bahkan bongkahan karang hitam sangat menyerupai Tanah Lot di Bali.

Selain warga setempat, Pantai Batu Naga memang masih kurang dikenal. Hanya sedikit wisatawan yang berniat mengunjungi lokasi ini, disebabkan masih buruknya infrastuktur jalan menuju pantai ini.

Medan yang sangat sulit ditempuh menuju lokasi, hanya bisa dijangkau menggunakan perahu nelayan.

Jefri, salah seorang wisatawan lokal, mengaku kagum dengan keindahan Pantai Batu Naga. Menurut dia, jika saja sudah dikelola dengan baik, terutama infrastuktur jalannya, pasti obyek wisata sangat menarik ini bisa terkenal di mana-mana. Sebab bila kita melancong ke daerah ini, serasa berada di Bali.

Sayangnya, sejauh ini baik Dinas Pariwisata Kabupaten Tanggamus maupun Dinas Pariwisata Provinsi Lampung, sepertinya masih belum memberikan perhatian khusus..

Padahal jika dikemas dengan baik, pantai ini bisa mendatangkan rupiah yang banyak, tengok misalnya Tanah Lot di Bali, yang kondang hingga ke mancanegara.

Mendengar cerita dari seorang teman tentang keindahan Pantai Batu Naga yang mirip seperti Tanah Lot di Bali, membuat penulis penasaran. Sehingga langsung tergoda untuk membuktikannya. Akhir pekan lalu, penulis pergi ke sana bersama beberapa teman.

Dengan menumpang kapal nelayan, pagi itu kami berangkat menuju Pantai Batu Naga. Asyik memang. Sepanjang perjalanan dari Bandar Lampung menuju Pantai Batu naga, kami disuguhi pemandangan indah.

Mata yang masih terasa berat di pagi itu, kami paksakan terbuka. Rugi rasanya jika pemandangan seindah itu terlewatkan begitu saja. Tidak terasa 1 jam sudah kami berada di atas kapal nelayan. Akhirnya kami sudah tiba Pantai Batu Naga, Kelumbayan, Tanggamus.

Begitu turun dari kapal, angin laut langsung menerpa pipi penulis, ingin rasanya segera menceburkan diri ke laut. Kami pun berlari kecil, “Tunggu dulu, kita taruh barang-barang bawaan, baru berenang di laut,” usul teman.

Tidak ada lokasi penginapan di sini. Lagipula jarak Bandar Lampung-Pantai Batu Naga lumayan jauh tapi pemandangannya memang mirip sekali dengan Tanah Lot Bali.

Hanya dengan menyiapkan uang Rp 500.000 ongkos kapal nelayan, kami sudah bisa menikmati keindahan Pantai Batu Naga. Mungkin karena belum banyak dikenal, harga di sini tidak terlalu tinggi alias masih serba murah.

Memasuki lokasi pantai, tampak batu hitam yang kami injak begitu hangat diterpa matahari yang bersinar pagi itu. Kami sempat bingung mana yang harus didahulukan, berenang atau langsung melihat goa-goa yang berada di Pantai Batu Naga.

“Berenang,” seru teman. Pilihan itu tampaknya cukup masuk akal mengingat hari masih pagi dan matahari belum meninggi. Kami bergegas mencari tempat ganti baju dan langsung menceburkan diri ke laut.

Ombak yang tidak terlalu besar menerpa tubuh dan sesekali menenggelamkan penulis. Luar biasa, asyik sekali! Setelah berjam-jam berenang, kami pun menepi karena matahari mulai terik.

Seorang pemuda setempat menghampiri kami dan menawarkan tikar untuk di pantai sebagai alas istirahat dan duduk-duduk melepas penat. “Wah, pasti mahal,” kata saya. “Hanya Rp10.000 kok, Bu,” kata pemuda itu. Ternyata murah meriah. Tentu saja kesempatan itu tidak kami lewatkan.

Bayangkan saja, dengan tarif tersebut, kami bisa menggunakan tikar yang bisa menampung 10 orang itu dari pagi sampai sore hari.

Setelah menghilangkan rasa penat setelah mandi ke laut Pantai Batu naga, kami pun mulai menginjakkan kaki ke dalam goa yang begitu indah yang berada di pulau-pulau di sekitarnya. Goanya berbentuk empat persegi itu, hanya bisa dimasuki oleh dua orang saja.

Selesai berkeliling dengan perahu, perut kami mulai keroncongan, ”Sudah waktunya diisi nih.” Kami pun menuju rumah seorang nelayan yang hanya menjual minuman ringan dan memasakkan mie rebus dan mie goreng.

Wanita itu sangat ramah menyambut dan mempersilakan kami duduk. Kami memilih meja di sudut dekat goa agar dekat dengan air laut. Pilihan kami tentu saja makanan laut.

Ikan segar yang langsung dibakar dan kerang yang disajikan dengan kuah pedas serta cumi, membuat lidah kami bergoyang. Belum lagi nasi hangat dan air kelapa muda segar, menjadikan makan siang itu sungguh nikmat. Begitu lahapnya sampai teman tidak mau diajak mengobrol.

Lagi-lagi kami dibuat terpana dengan rendahnya harga. Paket makan siang untuk bertiga, hanyaRp 75.000. Puas rasanya harga terjangkau, cita rasa lezat.

Bagi yang hobi memancing, Anda bisa mencoba menangkap ikan di pantai ini. Caranya? Cukup menyewa perahu seharga Rp100.000 hingga Rp150.000 (tergantung kepandaian Anda menawar) kepada nelayan untuk satu hari, maka Anda sudah bisa memancing, jangan khawatir pasti dapat ikan walaupun ukuran ikannya kecil.

Ikan hasil pancingan bisa langsung dinikmati, sebab nelayan setempat juga menyediakan tempat untuk memanggang ikan serta peralatan masak-memasak.

Kami sempat iri memperhatikan beberapa pria memancing sambil tertawa lepas. Di kantung besar hasil pancingan, sudah ada ikan kakap merah, kakap kuning, dan ikan laut lainnya. Benar-benar mengasyikkan.

Pada zaman dulu, di sekitar Teluk Lampung terdapat sebuah pantai yang indah dan subur. Pemandangan di sekeliling pantai merupakan perpaduan antara alam laut yang indah, perbukitan yang anggun, serta daratan landai yang subur.

Gelombang laut di pantai tidak terlalu besar dan warna airnya biru jernih. Ikan-ikan pesisir banyak terlihat berkejar-kejaran di sekitar bibir pantai. Di daerah pantai, banyak terdapat tanaman pakis atau paku yang tumbuh secara alami. Tidak heran jikan pantai tersebut juga dinamakan Pantai Paku (pakis).

Agak jauh dari Pantai Paku, terdapat sebuah perkampungan bernama Klumbayan. Penduduknya hidup dengan bertani, berladang, dan mencari hasil-hasil hutan.

Suatu hari, seorang penduduk Kelembayun sampai di Pantai Paku ketika dia sedang mencari kayu bakar. Betapa takjubnya warga Kelumbayun itu saat menyaksikan keindahan pemandangan di sekelilingnya serta kesuburan tanah daerah itu. Wilayah pantai itu tampak begitu alami dan belum terjamah oleh tangan-tangan manusia.

Usai menyaksikan dan mengamati keadaan alam di sekitar Pantai Paku, warga itu bergegas kembali ke perkampungannya. Kepada seluruh warga Kelembayun, warga itu menceritakan perihal keadaan Pantai Paku yang telah disaksikannya.

Mendengar cerita tersebut, warga Kelembayun kemudian berbondong-bondong menuju ke Pantai Paku. Setelah melihat keindahan dan kesuburan pantai itu, akhirnya banyak penduduk Kelembayun yang memutuskan untuk pindah dan menetap di Pantai Paku.

Di pantai itu, mereka mendirikan sebuah perkampungan dan membuka lahan pertanian dan perkebunan di sekitar pantai. Mereka menanam damar, cengkih, kopi, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga mencari hasil-hasil laut seperti ikan, lokan, kerang bahekang, dan rumput laut, hingga sekarang ini. (Johan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru