Thursday, April 18, 2024
Home > Berita > Kisah Menegangkan Dosen asal Yogya Selamatkan Diri saat Penembakan di Masjid Selandia Baru

Kisah Menegangkan Dosen asal Yogya Selamatkan Diri saat Penembakan di Masjid Selandia Baru

Dosen UAD Yogyakarta Irfan Yunianto. (ist)

MIMBAR-RAKYAT.Com (Yogya) – Irfan Yunianto, dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, bercerita tentang peristiwa penembakan masjid di Selandia Baru yang mengancam nyawanya pada Jumat, 15 Maret lalu.

Lewat video conference di Ruang Rektor UAD Yogyakarta, Irfan yang sudah menginjak tahun ketiga berada di Selandia Baru menuturkan kronologis kejadian yang membuatnya trauma itu.

Dia masih ingat betul, ketika itu sekitar pukul 13:40 waktu setempat. Irfan berniat salat Jumat di Masjid Al Noor. Ia datang ke masjid menggunakan sepeda.

Hari itu, masjid tidak seramai biasanya. Dia berpikir karena seharian hujan. Jemaah tidak terlalu banyak dan ruangan salat utama juga terlihat lengang.

Jaketnya basah. Irfan yang biasanya langsung menuju ke ruang salat utama, justru memilih untuk salat di ruangan salat kecil yang biasa digunakan untuk pertemuan di masjid.

“Waktu itu saya berpikir, mau meletakkan jaket basah, kalau di ruang utama akan mengganggu jemaah lain,” ucapnya, Senin (18/3).

Khotbah Salat Jumat berjalan lima menit, dia mendengar suara ledakan dua kali. Irfan menyangka ada trafo yang meledak. Namun, sangkaannya secara cepat berganti setelah suara keras itu kembali menderu berkali-kali.

Ia sadar. Itu suara tembakan. Ia berlari ke arah pintu keluar darurat yang berada di dekatnya. Pintu itu langsung terhubung dengan tempat parkir kendaraan.

Irfan panik. Di sekitarnya tampak sejumlah jemaah yang juga lari dan berusaha menyelamatkan diri. Mereka memutuskan untuk lompat pagar. Di balik pagar ada rumah penduduk.

“Tinggi pagar sekitar dua meter, karena kesulitan kami naik ke atas mobil yang diparkir untuk dapat melompati pagar,” ucapnya.

Di tengah kekalutan, dia melihat beberapa jemaah dan dua orang yang terluka punggung dan kakinya. Ketika itu ia langsung menghubungi supervisor di kampus tempat dia menempuh pendidikan S3, University of Otago.

Ketika menelepon, Irfan berulang kali mengangkat ponselnya ke atas. Dia berharap orang yang dihubunginya ikut mendengar suara tembakan yang masih berlangsung. Irfan memperkirakan penembakan berlangsung sekitar lima sampai enam menit.

“Saya juga menghubungi KBRI tetapi ternyata masih Jumatan, saya juga menghubungi teman yang ada di laboratorium, tujuannya supaya jangan ada yang mendekat ke daerah Masjid Al Noor,” kata Irfan.

Setelah 20 menit bersembunyi di halaman belakang rumah, ia bersama dengan 15 jemaah dan dua korban yang terluka bersembunyi di dalam rumah penduduk. Di sana, mereka juga memantau media sosial dan melihat tayangan langsung pelaku yang merekam aksi penembakan masjid di Selandia Baru.

Polisi datang ke dalam rumah, memeriksa identitas jemaah, serta mengevakuasi sekitar pukul 18:30 waktu setempat. Irfan pun diantar pulang oleh polisi satu jam kemudian. (L/M/d)

Dosen UAD Yogyakarta Irfan Yunianto. (ist)

MIMBAR-RAKYAT.Com (Yogya) – Irfan Yunianto, dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, bercerita tentang peristiwa penembakan masjid di Selandia Baru yang mengancam nyawanya pada Jumat, 15 Maret lalu.

Lewat video conference di Ruang Rektor UAD Yogyakarta, Irfan yang sudah menginjak tahun ketiga berada di Selandia Baru menuturkan kronologis kejadian yang membuatnya trauma itu.

Dia masih ingat betul, ketika itu sekitar pukul 13:40 waktu setempat. Irfan berniat salat Jumat di Masjid Al Noor. Ia datang ke masjid menggunakan sepeda.

Hari itu, masjid tidak seramai biasanya. Dia berpikir karena seharian hujan. Jemaah tidak terlalu banyak dan ruangan salat utama juga terlihat lengang.

Jaketnya basah. Irfan yang biasanya langsung menuju ke ruang salat utama, justru memilih untuk salat di ruangan salat kecil yang biasa digunakan untuk pertemuan di masjid.

“Waktu itu saya berpikir, mau meletakkan jaket basah, kalau di ruang utama akan mengganggu jemaah lain,” ucapnya, Senin (18/3).

Khotbah Salat Jumat berjalan lima menit, dia mendengar suara ledakan dua kali. Irfan menyangka ada trafo yang meledak. Namun, sangkaannya secara cepat berganti setelah suara keras itu kembali menderu berkali-kali.

Ia sadar. Itu suara tembakan. Ia berlari ke arah pintu keluar darurat yang berada di dekatnya. Pintu itu langsung terhubung dengan tempat parkir kendaraan.

Irfan panik. Di sekitarnya tampak sejumlah jemaah yang juga lari dan berusaha menyelamatkan diri. Mereka memutuskan untuk lompat pagar. Di balik pagar ada rumah penduduk.

“Tinggi pagar sekitar dua meter, karena kesulitan kami naik ke atas mobil yang diparkir untuk dapat melompati pagar,” ucapnya.

Di tengah kekalutan, dia melihat beberapa jemaah dan dua orang yang terluka punggung dan kakinya. Ketika itu ia langsung menghubungi supervisor di kampus tempat dia menempuh pendidikan S3, University of Otago.

Ketika menelepon, Irfan berulang kali mengangkat ponselnya ke atas. Dia berharap orang yang dihubunginya ikut mendengar suara tembakan yang masih berlangsung. Irfan memperkirakan penembakan berlangsung sekitar lima sampai enam menit.

“Saya juga menghubungi KBRI tetapi ternyata masih Jumatan, saya juga menghubungi teman yang ada di laboratorium, tujuannya supaya jangan ada yang mendekat ke daerah Masjid Al Noor,” kata Irfan.

Setelah 20 menit bersembunyi di halaman belakang rumah, ia bersama dengan 15 jemaah dan dua korban yang terluka bersembunyi di dalam rumah penduduk. Di sana, mereka juga memantau media sosial dan melihat tayangan langsung pelaku yang merekam aksi penembakan masjid di Selandia Baru.

Polisi datang ke dalam rumah, memeriksa identitas jemaah, serta mengevakuasi sekitar pukul 18:30 waktu setempat. Irfan pun diantar pulang oleh polisi satu jam kemudian. (L/M/d)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru