MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Kemenkum HAM akui Golkar Munas Ancol dengan menerbitkan surat yang mengakui kepengurusan Golkar hasil Munas Ancol. Wapres Jusuf Kalla (JK) meminta semua pihak menerima keputusan itu.Mayoritas anggota KMP kecewa dengan putusan Menkum HAM yang mengakhiri konfil Golkar tersebut.
“Kita harus menaati keputusan mahkamah partai yang kemudian Kemenkum HAM akui Golkar Munas Ancol disahkan. Begitu garis hukumnya yang jelas, ya kita ikut hukum saja,” kata JK di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (10/3/2015).
JK berharap tak ada lagi yang mengajukan gugatan. Segala jalan sudah ditempuh kedua kubu, keputusan Mahkamah Partai yang diperkuat oleh Kemenkum HAM harus dituruti.
“Ya kan dua pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Barat sudah memutuskan bahwa yang menyelesaikan haruslah Mahkamah Partai. Dan Mahkamah Partai sudah bekerja dan itu hasilnya. Maka hasilnya harus didaftar ke pemerintah, pemerintah sudah keluarkan pengesahannya. Ya selesai sudah,” ulas mantan Ketum Golkar ini.
JK hanya mengingatkan bahwa kubu Agung Laksono harus merangkul kubu Ical. Tak boleh ada politik bumi hangus.
Bingung
Kubu Aburizal Bakrie tidak menerima keputusan Menteri Hukum dan HAM yang menetapkan kepengurusan Agung Laksono. Ketua Mahkamah Partai Golkar Prof Muladi yang ikut kubu Ical, mengaku bingung dengan keputusan Menkum HAM.
Soal kemungkinan Agung membawa Golkar bergabung ke KIH dan mendukung pemerintah, JK menganggap wajar. Dia mengatakan sudah lama dekat baik dengan pihak Ical maupun Agung Laksono.
“Namanya politik, sekarang pun sudah dekat. Sebelum keputusan, Ical pun sudah berkawan baik dengan saya. Semua sudah dekat dengan pemerintah. Kan APBN kemarin cepat, tidak ada masalah,” ujar pria asal Makassar ini.
Pasca Menkum HAM Yasonna Laoly mengakui Golkar hasil Munas Ancol, elite KMP menjadwalkan pertemuan. Mayoritas anggota KMP kecewa dengan putusan Menkum HAM tersebut.
Partai Gerindra sendiri menuturkan langkah Menkum HAM tidak menyelesaikan persoalan. Pemerintah cenderung menggunakan standar ganda dalam mengambil sikap di tengah kisruh parpol. (ais)