Friday, April 19, 2024
Home > Berita > Kasus e-KTP, KPK Tak Perlu Takut Serangan Balik

Kasus e-KTP, KPK Tak Perlu Takut Serangan Balik

Naudzubillahimindzalik. Tak berlebihan bila kalimat yang berarti “kami berlindung kepada Allah daripada perkara (buruk) demikian” terlontar begitu mengetahui sejumlah pejabat dan anggota DPR RI didakwa bersekongkol melakukan korupsi terkait dengan proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/3), menyebutkan, anggaran senilai Rp 5,9 triliun disetujui dengan kompensasi Andi (Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku pelaksana proyek) memberi fee kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.

Sekitar Juli hingga Agustus 2010, DPR RI melakukan pembahasan RAPBN TA 2011, termasuk salah satunya anggaran proyek e-KTP. Andi Agustinus selaku pelaksana proyek beberapa kali melakukan pertemuan dengan sejumlah anggota DPR RI, hingga akhirnya lahir kesepakatan 51 persen dari anggaran digunakan untuk proyek, 49 persen untuk dibagi-bagikan ke sejumlah oknum di Kemendagri, anggota DPR RI, dan untuk keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan.

Dalam dakwaan muncul sejumlah nama pejabat dan anggota DPR. Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, duduk di kursi terdakwa. Puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan untuk prouek e-KTP tersebut.

Sugiharto mendapatkan uang sejumlah 3.473.830 dolar AS dan Irman didakwa menerima Rp 2.371.250.000, 877.700 dolar AS dan 6.000 dolar Singapura. Kedua terdakwa juga disebut memperkaya orang lain. Terdapat nama Gamawan Fauzi (saat itu Menteri Dalam Negeri) yang didakwa menerima 4,5 juta dollar AS dan Rp50 juta, Diah Anggraini (saat itu Sekretaris Jenderal Kemendagri) 2,7 juta dollar AS dan Rp22,5 juta, serta Drajat Wisnu Setyawan (Ketua Panitia Pengadaan e-KTP) 615.000 dollar AS dan Rp25 juta.

Yang sangat mengejuutkan, ada 25 nama politikus pada dakwaan sidang kasus korupsi e-KTP tersebut. Mereka ada yang masih aktif sebagai anggota DPR, bahkan ada yang sudah menjadi menteri atau kepala daerah. Namun terdapat pula yang sudah dipecat dari partainya, serta ada pula yang telah meninggal.

Nama-nama anggota DPR yang didakwa terkait dalam kasus ini antara lain; Anas Urbaningrum menerima 5,5 juta dolar, Melcias Marchus Mekeng (saat itu Ketua Banggar DPR) 1,4 juta dollar AS, Tamsil Lindrung 700.000 dollar AS, Mirwan Amir 1,2 juta dollar AS, Ganjar Pranowo 520.000 dollar AS, Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI 1,047 juta dollar AS, Teguh Djuwarno 167.000 dollar AS, Yasona Laoly 84.000 dollar AS, Ade Komarudin 100.000 doar AS, Marzuki Ali Rp 20 miliar, serta beberapa nama lainnya, termasuk Setya Novanto (sekarang Ketua DPR RI) juga disebut-sebut dalam dakwaan.

Masih terjadinya tindak korupsi yang melibatkan eksekutif, legislatif, yudikatif, di saat negeri ini makin gencar melawan “perampokan” uang Negara memang tidak aneh. Ada saja yang terjerat, bahkan tertangkap tangan. Tetapi masih terungkapknya bagi-bagi uang diantara eksekutif dan yudikatif secara “berjamaah” jelas merupakan suatu yang sangat memalukan, a moral. Pemerintah yang harusnya mengutamakan kepentingan bangsa, apalagi DPR yang berkewajiban memperjuangkan hak rakyat sangatlah tidak punya hati, bejat, karena menyalahgunakan tugas mereka.

Meski terkesan lama, membutuhkan waktu hampir tiga tahun guna menuntaskan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP yang merugikan negara mencapai Rp2,3 triliun, upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) patut diapresiasi. Bahkan KPK boleh disebut memiliki nyali besar, karena “berani” mengungkap sejumlah nama besar yang sebagian dari mereka masih memiliki “taji”.

Kita berharap KPK tak cepat puas, berhenti hingga dakwaan yang sudah diajukan, yakni hingga dua pesakitan Irman dan Sugiharto. Semua yang terlibat, apakah yang berada di pemerintahan, juga anggota dan petinggi di Dewan harus diusut. Jangan biarkan ada yang luput, pilih kasih, karena mereka bukan saja telah merugikan Negara tapi berpotensi terus menggerogi kekayaan negeri ini.

Persekongkolan jahat yang telah (diduga) terjadi di DPR harus dibersihkan atau diperjelas duduk permasalahnnya, juga di pemerintahan, dan di ruang lingkup penegak hukum. Jangan biarkan harta Negara terus digrogogi “tikus-tikus got” yang berakibat kesengsaraan rakyat Indonesia. Urusan e-KTP telah menyusahkan ataau menyulitkan banyak orang. KPK tidak perlu takut mendapat “serangan balik” dari DPR atau dari pihak manapun.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru