Friday, March 29, 2024
Home > Editorial & Opini > Jokowi Lolos Uji Kompetensi Negarawan

Jokowi Lolos Uji Kompetensi Negarawan

MIMBAR-RAKYAT.com  (Jakarta)  – Jokowi lolos uji kompetensi negarawan. Posisi yang menjepit diantara tiga kekuatan besar berhasil dilalui dengan cantik. DPR menyetujui bulat usulan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Partai Pendukung (plus Mega) berada dibalik usulan tersebut, sementara KPK menetapkan Budi sebagai tersangka. Didukung relawan Jokowi dengan kekuatan rakyatnya.

Dalam posisi seperti ini Presiden Jokowi harus bersikap mengambil keputusan. Maka pada hari-hari tersebut bisa dimaklumi raut Jokowi yang biasa santai terlihat sedikit tegang. Barangkali kalau harus berhadapan dengan DPR saja, Jokowi sudah punya banyak pengalaman. Apalagi ia tahu pasti, bola yang dilempar DPR penuh dengan “jebakan”.

Ketika Presiden Jokowi melempar masalah pencalonan BG ke DPR , bisa diduga ia mengharap DPR menolaknya. Sebab kasus yang membelit BG kelewat gamblang. Saat itu KPK sudah itu Senin 13/1, KPK sudah menyatakan BG tersangka.

Otak yang waras pasti memastikan, DPR pasti akan menolaknya. Dengan harapan semacam itu, Presiden Jokowi tidak perlu menghadapi partai pengusungnya sendiri (PDIP dan Nasdem) plus GodMothernya. Karena DPR sudah menolaknya.

Apa lacur, DPR melepaskan dan tidak menahan bola panas ini. Tanda tanya besar segera bergulir. Tidak sari-sarinya DPR semudah itu melepas usulan pemerintah Jokowi. Bahkan dalam banyak hal, kesalahan sekecil apapun dicari untuk “menembak”nya. Tidak perlu cerdas untuk menduga, langkah persetujuan aklamasi itu adalah jebakan. Apabila termakan, Jokowi akan berada dalam ruang tembak yang membahayakan,

Tidak perlu pinter untuk memahamai jebakan ini, Yang penting punya karakter. Untungnya, Jokowi punya.

Cantik

Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said menyebut keputusan presiden sebagai solusi terbaik yang tak menyakiti semua pihak.

Jokowi berada pada posisi sulit karena harus berhadapan dengan DPR RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan partai pendukungnya. Hal itu karena calon Kapolri yang diusungnya, Komjen (Pol) Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh KPK.

“Menurut saya, keputusan tadi malam bagus sekali. DPR tidak dihinakan, KPK dan Bu Megawati juga tidak dihinakan. Jokowi cerdas,” kata Salim dalam diskusi Smart FM di Jakarta, Sabtu (17/1/2015).

Cerita akan berbeda jika Presiden Jokowi tetap melantik Budi Gunawan atau malah menolak persetujuan DPR dengan membatalkan pencalonan Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan Polri tersebut. Bukankah KPK sudah menyatakan tersangka, logislah kalau menariknya kembali. “Sekarang everybody happy. Pak Budi juga tidak terhina karena tidak dibatalkan, hanya ditunda,” ucapnya.

Meski sejatinya “penundaan” itu hanyalah pelembutan kata pembatalan. Simak keterangan Presiden ” ditunda sampai BG menyelesaikan persoalan hukum atasnya”. Artinya KPK dipersilahkan memprosesnya secara hukum, penyidikan, penuntutan, dan persidangan, Ujungnya adalah vonis. Selama ini pesakitan KPK tidak ada yang lolos.

“Berhubung Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan SH MSi sedang menjalani proses hukum, maka kami pandang perlu untuk menunda pengangkatan sebagai Kepala Polisi Negara Indonesia,” kata Presiden Jokowi di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (16/1/2015) pukul 20.10 WIB.

Presiden Jokowi menegaskan pelantikan Komjen Budi Gunawan hanya ditunda, bukan dibatalkan. Komjen Budi diminta fokus pada proses hukumnya.“Menunda, bukan membatalkan, itu yang harus digarisbawahi,” ujar Jokowi. Kata-katanya indah, bersayap seperti kupu-kupu

Presiden Jokowi juga memberhentikan dengan hormat Jenderal Sutarman dan mengangkat Komjen Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri. Dalam jumpa pers tanpa tanya jawab ini, Jokowi ditemani oleh Wapres Jusuf Kalla, Menko Polhukam Tedjo Edhy, Jenderal Sutarman, dan Komjen Badrodin Haiti. Tidak ada BG meski saat itu ia hadir di Istana. Pagelaran  yang sempurna.

Nyaris Gol Bunuh Diri

Jokowi menunggu proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus dugaan transaksi mencurigakan yang melibatkan BG. Artinya, waktunya pun tidak bisa dipastikan. Yang pasti (sekali lagi) pesakitan KPK tak pernah lolos.

Politisi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, mengatakan bahwa Jokowi hampir saja melakukan kesalahan fatal apabila dalam waktu cepat memutuskan untuk melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.

“Jokowi hampir lakukan gol bunuh diri. Bayangkan kalau Kapolri kita sebagai tersangka, kewibawaan presiden dan para petinggi Polri dipertanyakan,” ujar Didi saat dalam sebuah diskusi politik di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/1/2015).

Menurut Didi, tekanan dari publik yang cukup besar akhirnya mampu menyadarkan Jokowi untuk tidak terburu-buru melantik Budi. Jika tetap diteruskan, maka hal itu dapat merusak nama besar kepolisian dan terutama Presiden, yang sejak masa kampanye selalu menyatakan komitmen terhadap pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Itulah arti “jebakan” dalam awal tulisan ini.

Rekening Mencurigakan

Budi Gunawan (BG) menjadi buah bibir setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jenderal bintang tiga itu, disebut-sebut sejak lama terkait rekening mencurigakan, sebagaimana penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Bareskrim Polri memang pernah mengeluarkan keterangan bahwa rekening Budi Gunawan dinilai wajar. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga menyatakan hal sama. Keterangan Bareskrim tentu saja sah meski  institusi itu belum tentu independen mengusut aparatnya.

Tindakan KPK yang dianggap sangat cepat bisa dituding sebagai tindakan politik ketimbang hukum. Namun, kalaupun ada muatan politiknya tidak lantas mereduksi unsur hukumnya. KPK, tidak bisa tidak  memang berburu di ranah politik, mengejar politisi perampok uamh rakyat . Sayangnya  KPK tidak pernah bermain-main.

Presumption of innocence

Sayangnya pula , status tersangka tak punya makna apa-apa di mata DPR. Dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), Budi Gunawan lolos uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.

Suatu ungkapan yang kadung menjadi salah kaprah, asas praduga tak bersalah. Kalimat ini mestinya bermakna “sebelum ada dugaan apa-apa terhadap seseorang, sesorang itu harus diangap tidak bersalah. Nah untuk kasus BG, dugaan itu sudah ada. Didukung oleh 2 alat bukti pula, dinyatakan oleh KPK.

Para politisi memutilsasi kalimat sakral itu menjadi “seseorang harus dianggap tidak bersalah sampai keputusan hakim jatuh dengan kekuatan tetap”..  

Patut dan layakkah seseorang yang berstatus tersangka menjadi calon Kapolri yang notabene menjadi pemimpin penegakan hukum di negeri ini? Bila  DPR  berdalih hanya melanjutkan surat Presiden , kelewatan banget DPR menganggap bodoh kita .

Lagi pula apa salah Jendral Sutarman, Kapolri terdahulu, sehinggab harus diganti dengan buru-buru. Padahal masa pensiyunnya baru Oktober 2015 nanti.  Pertanyaan ini tenggelam ditimpa hiruk pikuk tersangkanya BG.

 Serba Salah

Saat itu  banyak analis politik percaya Presiden Jokowi berada dalam situasi serba salah. Presiden mungkin tertekan. Banyak pihak menduga calon Kapolri itu bukan pilihan Presiden. Menjadi rahasia umum Komjen Budi Gunawan dekat dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Budi Gunawan adalah ajudan Presiden Megawati (2001-2004). Partai koalisi juga tampaknya sepakat.

Presiden Jokowi yang baru berkuasa tiga bulan duji dalam tarik-nmenarik kepentingan. Jika Presiden tidak mengambil keputusan tegas dalam kasus Budi Gunawan yang sudah tersangka ini, apa yang dilakukan saat menyusun kabinet dengan melibatkan KPK akhir tahun lalu sungguh tak ada artinya. Kasus calon Kapolri ini menjadi blunder. Segala langkah dan gebrakan yang dibuat pemerintahan Presiden Jokowi pada awal-awal pemerintahannya bisa rusak.

Saat ini sebenarnya adalah momentum bagi Presiden untuk menunjukkan karakter dirinya yang   teguh dan istiqomah sebagai pemimpin tertinggi di negeri ini. Sebab, saat akhir jabatannya nanti ketika dimintai tanggung jawab , Presiden  akan mempertanggungjawabkan kebijakannya secara pribadi. Bukan bersama partai pendukungnya. Jika memang demikian, Presiden harus bisa keluar dari bayang-bayang “Ibu Megawati”, partai koalisi, atau pihak berkuasa lainnya.

Kata-kata Presiden Filipina Manuel Quezon (1878-1944) yang dipopulerkan kembali oleh Presiden Kennedy  bahwa “Kesetiaan pada partai berakhir ketika kesetiaan pada negara dimulai” saatnya diterapkan oleh Presiden Jokowi. (ais)

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru