Aku harus berpihak
Aku harus menelikung
Semua orang memihak
Semua orang berpihak
Berpihak pada kebenaran
Adakah kebenaran?
Ada tapi mutlak
Karena tidak dapat dilihat
Abstrak
Aplikasinya kelihatan
Berpihak pada benar, kata sifat
Kebenaran adalah zat, kata benda
Kok ada yang menyalahkan aku?
Aku seorang buzzer, kata orang
Aku berat sebelah, kata orang
Bahkan ada yang menyebutku buzzer istana
Tak jelas ketika ada yang bilang ada buzzer istana di acara televisi
Entah siapa, mungkin orang bersorban itu
Aku memang tidak berada di tengah
Untuk mengatur keseimbangan
Karena ballancing bukan milikku
Tidak ada prinsip cover both side
Tidak punya etika profesi
Itu makanya aku tidak ada dalam berita lempang
Yang menggunakan strong words
Tapi aku harus menyatakan benar
Ya karena benar dan salah saling bersebelahan
Tergantung justifikasi siapa yang paling santer diutarakan
Nah, justifikasi itu lah yang harus kumainkan
Hanya untuk mengukuhkan yang benar, versiku
Seperti yang dipikirkan pihakku
Untuk melakukan justifikasi
Harus ada musuh bersama, setidaknya musuh sepihak
Di antaranya ISIS, HTI, Taliban, FPI, garis keras,
radikal, kafir, teroris, liberal, hingga kelompok anu dan anu.
Setidaknya dipisahkan kubu kecebong atau kampret
Ada bagian dari Islam yang Islam
Ditandai sebagian dengan larangan ustad tertentu
berceramah di masjid tertentu
Islam musuh bersama yang diikrarkan zionis setelah perang dingin
Lahir pikiran Islamofobia dimana-mana
Tapi aku Islam, tak mungkin memusuhi agamaku.
So harus dipecah-pecah
biar ada musuh yang diperangi
hingga berkeping-keping
kalau perlu tercabik-cabik, pola pikir dan mind-set nya
I am a buzzer
Kekuatanku adalah kata
Senjataku adalah frasa
Tikamanku adalah kalimat
Kemahiranku merajut kebencian
Merangkai kata memecah belah, kuakui itu
Tapi itu tadi, kebenaran itu mutlak
Bukan milik manusia,
karena manusia adalah: Dr Jeckyl and Mr Hide
Alias hitam putih
Aku seorang buzzer
Harus menelaah isu
dari bangun hingga tidur hingga bangun lagi
Tentang ambulans itu,
Tentang demo Papua, Wamena, Maluku, mahasiswa, siswa
Ada orang menyamar
Ah, entah mengapa ada nyawa melayang, di mana-mana
Sampai akhirnya Wiranto ditusuk
sehingga ususnya disambung
ironis, menimbulkan kasak-kusuk
saat Prabowo silaturahim ke Jokowi
timbul seolah-olah dan seakan
padahal bila dua kekuatan itu bersatu, 03 jadi kuat
tapi politik harus ada pro kontra
ada rezim dan idealnya oposisi
ya hitam putih dalam diri manusia Dr Jeckyll and Mr Hide
yang dilukiskan Robert Louis Stevenson (1886) itu
Hitam putih harus ada, ini bahkan skenario dunia
untuk bisnis jual senjata
untuk memelihara dagang opium antarnegara
bahkan perdagangan manusia antarbenua
nah, sampai sini aku selalu bingung juga,
kerap kata-kata mengalir tapi berhenti di ujung jemariku
karena terkadang sulit merenda kata
yang bertentangan dengan isi dada
Ini karena di dunia
sudah terlalu banyak gelaran sandiwara
salah satunya, ketika Setya Novanto nabrak tiang listrik
pengacara Fredrich Yunadi bilang ada benjolan segede bakpaw
di kening SN (2017) dan berdarah-darah.
Padahal ketua DPR itu tidak separah kata Frederich
yang akhirnya dihukum tujuh tahun karena berbohong
kisah lain terus naik panggung
masyarakat pun semakin faham membedakan fakta dan sandiwara
I am a buzzer
Entah bagaimana seandainya media sosial belum ada
Pada zaman penjajahan media pun menurutku mirip buzzer, pendengung
Influencer, pemengaruh, dengan arti positif
untuk menyatukan anak bangsa
Melawan kolonial yang bercokol 350 tahun
Berpihak pada Hindia Belanda, ketika Indonesia belum ada
Kemudian berpihak pada rakyat dan negara
Hingga masa kini, yang mengaku media mainstream
Yang dikuasai pemodal dan iklan
Yang tunduk pada pemilik, yang berkepentingan
Yang ada hukum dan redaksionalnya
Tapi akhirnya konotasi media sama dengan Ipolesosbuda
Hanya sebagai sistem dan ilmu murni,
tergantung siapa dan bagaimana menjalankannya
Mengejawentahkan dalam kehidupan bermasyarakat
Makanya isi media tergantung dari frame masing-masing
Sesuai kebutuhan dan kepentingan si pemilik
Tak akan ada lagi yang seperti Indonesia Raya
Karena zaman sudah berbeda
Doeloe bambu runcing meraihnya
Zaman now sulit untuk mengisi dan mempertahankan
Kini tergantung pada Ipolesosbuda
Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama
memudar semangat bernegara
kecuali dalam diskusi dan seminar
Aku si pendengung dan si pemengaruh ada di dalamnya
Media sosial yang lahir kemudian, membuka tirai dunia
Karena globalisasi membuatku sebagai salah satu batu bata
yang melakat di jejeran bata dinding dunia
ditandai dengan bermunculannya platform media sosial
berhamburan tak terbendung dunia kata-kata
apalagi di Indonesia setelah jebol benteng eforia
aku memahami ini
karena aku pernah bekerja di media arus utama
yang kini seakan semakin menjauh dari isu kemasyarakatan
Aku adalah si pendengung
Yang merenungkan buzzer zaman doeloe
yang mutlak untuk kepentingan orang banyak
rakyat, agama, nasional, negara
tapi sekarang, merusak demokrasi seperti dilansir tempo itu?
Dalam hati aku merasa benar juga
Ah, mungkin sudah tiba zaman Kalabendu
yang diramal Ronggowarsito (1802) :
(wong salah dianggap benar//pengkhianat nikmat//durjono soyo sempurno//
Wong jahat munggah pangkat//wong lugu kebelenggu//wong mulyo dikunjoro)
banyak orang berpangkat makin jahat, orang kecil makin terpencil.
Orang curang semakin garang, orang jujur semakin terpinggir.
Orang mulia tersia-sia, orang jahat mendapat derajat
Seperti tersurat dalam hadis
Akan tiba masanya :
orang jahat dipercaya jadi pejabat
Orang amanah tidak dapat tempat
Menanti Nabi Khidir
Entah dimana Satria Piningit bersemedi
Padahal disiapkan untuk memperbaiki semua struktur
Dimana dan yang mana orang jujur, mulia dan jahat?
Aku ada dimana? Kurasa aku tak ada dimana-mana
Tapi sekaligus ada di semua mana
Karena aku buzzer yang terlanjur jadi buzzer
Akulah si pemengaruh
Aku adalah rain maker aspek informasi
Milenial yang hidup di zaman panik ini
Di era sontoloyo ini
yang menggali-gali benar salah, versiku
punya cara berpikir dan cara mengekspresikan diri yang berbeda
harus terus mengasah ide, brand, konsep,
yang tidak ada dalam kesadaran mainstream
Harus didengarkan opininya, dipercaya
Membuat orang lain bereaksi
pikiran dibungkus kata-kata tatkala kata tidak bermeaning
Atau bermeaning tidak berarti
Aku harus menyebar dalam berbagai kaidah platform
Bahkan sesama buzzer pun ada persaingan
Karena berita asli atau palsu ini harus terus bergelombang
Tidak perduli terjadi post-traumatic stress pada masyarakat
Yang akibat jangka panjangnya amat mengerikan
Aku adalah aku si buzzer
yang lahir di pinggir gang
di keramaian pojok Jakarta
Pernah dikecewakan partai politik
Gagal pula jadi wakil rakyat
Banyak uangku raib
lupa aku entah uang dari mana
aku merasa sebagai orang terpinggirkan
bahkan mirip orang terbuang
entah berapa jenis kerjaan sudah kulampaui
tapi menulislah sebagai jejak langkahku
dan kini sebagai ragam kerjaku
Walau orasiku tak sebagus narasi dan diksiku
Alhamdulillah aku masuk tivi
dianggap mewakili buzzer di layar kaca
Aku biasanya cuman main hp
Aku merasa ini harkat diri, derajatku di dunia
Karena sebagai manusia aku mampu mengekspresikan diri
Disaksikan orang banyak, bertemu orang ternama
Ini profesiku, kita harus beda, kalau sama bukan dunia namanya
Sekali lagi ini derajatku
Di dunia
Entahlah di akhirat
karena kebenaran tadi hanya milik Allah SWT semata.
Walau teman dan saudaraku kini sebagian entah dimana
Semua karena permainan kata-kata dunia
Yang katanya dapat meretakkan demokrasi
Aku terpana, mencoba mencari inspirasi
Apa lagi yang akan kutulis malam ini
Demi harga diri dan anak bini
Tapi, apakah aku punya harga diri apalagi nurani?
ooo
Jakarta, 14 Oktober 2019