Hujan bulan Maret bukanlah airmata
Walau mungkin masih tersisa duka
Ketika kenangan berlalu lalang
Di antara deret nisan di kuburan
Tetesan air yang berdenting-denting di atap rumah
Dan membuat rambutmu basah sepulang dari masjid
Bisa jadi sekadar penanda musim yang akan berakhir
Agar selalu kau ingat tiap detilnya dan menjadikannya sejarah
Sebab kita sering alpa pada masa silam
Menapaki hari seperti kereta api yang pulang pergi sesuai jadwal
Padahal setiap kerikil adalah detak jantung yang mendadak berdebar
Setiap tanjakan adalah nafas yang sesak tersengal
Setiap persimpangan adalah adrenalin yang memuncak
Karena kita mesti bertanya: sampai dimanakah perjalanan ini nanti
Maka di tengah hujan yang jatuh sepanjang siang
Aku terkurung di antara buku ajaran dan lagu pemompa jiwa
Sambil menatapi pohon yang miring tertiup angin
Sambil menikmati kopi di ruang yang mulai dingin
Palmerah Selatan, 5 Maret 2015.