Tuesday, March 19, 2024
Home > Berita > Didakwa Berikan Air Pada Perusuh 22 Mei, 29 Pegawai Sarinah Divonis 4 Bulan Penjara

Didakwa Berikan Air Pada Perusuh 22 Mei, 29 Pegawai Sarinah Divonis 4 Bulan Penjara

Puluhan pegawai Sarinah divonis 4 bulan penjara karena terbukti memberikan air kepada perusuh 21-22 Mei lalu. (ist)

MIMBAR-RAKYAT.Com (Jakarta) – Sebanyak 29 pegawai Sarinah yang menjadi terdakwa kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019 divonis 4 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena terbukti memberikan air kepada massa perusuh untuk membasuh muka.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyayangkan putusan hakim tersebut. Para pegawai Sarinah divonis 4 bulan penjara dikurangi masa tahanan. Vonis diberikan dalam sidang yang dihelat di PN Jakpus, Kamis (19/9).

Para pegawai Sarinah akan bebas pada Senin mendatang (22/9). Mereka cepat mendapat udara segar karena telah ditahan sejak 22 Mei lalu sebagai tahanan.

Meski begitu, LBH Jakarta menganggap vonis yang diberikan hakim tetap memberi dampak negatif kepada para pegawai Sarinah. Terutama karena mereka akan mendapat status narapidana. Bakal ada konsekuensi tertentu, misalnya dalam mencari pekerjaan.

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Oky Wiratama yang berikan pendampingan hukum kepada pegawai Sarinah juga menilai putusan hakim masih jauh dari keadilan. Oky yakin bahwa tindakan yang dilakukan para pegawai Sarinah, yakni memberikan air kepada perusuh, tidak bisa disebut tindak pidana.

“Putusan hakim masih jauh dari keadilan, karena hal ini menjadi preseden buruk bagi tindakan bantuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan tindak pidana,” ucap Oky, Kamis (19/9).

“Tindakan pembantuan (medelichtige) haruslah dimaknai memberikan pembantuan secara langsung,” lanjutnya.

Oky mengatakan bahwa majelis hakim mestinya cermat. Terutama dalam melihat alat dan prasarana lain yang digunakan massa aksi untuk menyerang petugas polisi.

Oky yakin para perusuh tidak menyerang petugas menggunakan air yang diberikan oleh pegawai Sarinah.

“Hakim tidak memperdulikan fakta persidangan yang membuktikan bahwa massa aksi menyerang Kepolisian dengan batu dan petasan, Bukan Air. Penerapannya akan tepat jika air yg diberikan oleh terdakwa ke masa aksi, lalu direbus oleh massa aksi dan massa aksi menyiram kepolisian dengan air tersebut,” ucap Oky.

Perjalanan Kasus

Kasus ini bermula ketika kerusuhan terjadi di sekitar Sarinah dan Bawaslu, Jakarta Pusat pada 21-22 Mei lalu. Begitu banyak perusuh dan anggota kepolisian yang terlibat. Kerusuhan pun berlangsung sengit selama berjam-jam lamanya.

Pada 22 Mei malam, Kepolisian menangkap 30 pegawai Sarinah. Para pegawai itu tengah berada di dalam Sarinah tempat mereka bekerja.

Polisi menangkap mereka karena diduga memberikan bantuan kepada para perusuh. Misalnya dengan memberikan air untuk membasuh mata yang pedih akibat gas air mata. Ada pula yang diduga memberikan tempat persembunyian kepada perusuh.

Sejak itu, para pegawai Sarinah sebanyak 30 orang lalu ditahan Rutan Polda Metro Jaya. Jumlah itu berkurang menjadi 29 karena ada satu pegawai yang meninggal dunia.

Mereka terdiri atas 26 satpam, 2 orang bagian teknisi, dan 1 orang cleaning service.

Kasus lalu berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Para pegawai Sarinah didakwa membantu massa aksi dalam kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Mereka didakwa melanggar Pasal 212 jo 214 jo 56 KUHP tentang ikut membantu melakukan kejahatan dan Pasal 216 KUHP atau Pasal 218 KUHP tentang kekerasan.

Sidang terus berjalan. Bukti yang dihadirkan dalam pengadilan berupa ember dan galon yang diduga digunakan pegawai Sarinah memberikan air kepada para perusuh.

Saksi Bimo Wiwoho, yang juga jurnalis mengaku tak melihat pegawai Sarinah memberikan bantuan seperti air kepada perusuh. Dia justru melihat seorang sekuriti bernama Ahmad Sanusi tengah mengecek McDonald Sarinah yang rusak akibat kena lemparan batu.

Tak jauh dari McDonald Sarinah, Bimo melihat keran air. Dia lalu membasuh mata yang perih akibat gas air mata. Di sana, dia melihat air yang sama pun digunakan polisi untuk mencuci muka.

“Karena mata saya perih, saya pun mencuci muka di keran air yang terdapat di area Sarinah Di situ saya melihat beberapa orang, termasuk para petugas kepolisian, sedang mengantre untuk mencuci muka di keran yang mengalir melalui selang,” tuturnya di PN Jakpus, Rabu (4/9).

Saksi ahli hukum pidana Achmad Sofian menganggap para pegawai Sarinah memberikan air bukan untuk membantu atas perbuatan kriminal. Karenanya, dia menyebut dakwaan terhadap pegawai Sarinah keliru.

“Pemberian air yang dilakukan berdasarkan rasa iba atau kemanusiaan bukan merupakan niat jahat. Mens rea adalah niat jahat, atau dalam bahasa kita pikiran kotor, kalau niat baik itu bukan mens rea,” tutur Sofian di PN Jakpus, Rabu (4/9).

Selain itu, Sofian juga menyatakan bahwa air tidak bisa digolongkan sebagai alat untuk membantu tindak pidana. Bisa, asalkan air tersebut direbus hingga mendidih lalu digunakan untuk menyerang petugas kepolisian. Akan tetapi, saat itu pegawai Sarinah memberikan air bukan untuk menyerang petugas.

“Penalaran kausalitas antara air sebagai sarana dengan perbuatan melawan aparat dalam kerusuhan 22 Mei 2019 adalah hal yang sangat dipaksakan, dan cenderung sesat,” ungkap.

Sidang kembali berjalan. Jaksa menuntut para pegawai Sarinah selaku terdakwa dengan 8 bulan penjara. Penasihat hukum dari LBH Jakarta kemudian mengajukan pleidoi. Mereka menilai unsur-unsur tindak pidana tidak bisa dibuktikan.

Namun, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat memvonis para pegawai Sarinah bersalah. Mereka divonis penjara 4 bulan 3 hari dipotong masa tahanan. Sementara itu, ada 2 orang di antara mereka yang divonis 4 bulan 14 hari.

“Achmadi Bin Sani dan Philip Sinaga. Sementara 27 orang lainnya 4 bulan 3 hari,” kata Oky. (C/d)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru