Perjalanan hidup sesuap nasi dan seteguk air
Tapi perjalanan hidup bersuap-suap nasi
Berteguk-teguk air
Kualirkan sungai, ingin Kulihat apakah dahagamu cukup
dengan seteguk air
Tapi kau kuras isi sungai itu
Kuberi sungai sampai ke rumah-rumah
Teguklah bila kau mampu
Rumah tenggelam
Kota terendam
Gelap
Redup nyali
Gerak menjadi diam tapi bergerak
pasrah
kau pada sungaiKu
tapi belum padaKu
Kau coba kuasai dan lawan sungaiKu
Tapi tak mampu, padahal ia ada dalam tubuhmu
Air yang mengapung di tanah
Dihembus angin dialirkan api energy
Itulah kau, kau yang besar
yang geram
yang buas
yang serakah
yang eroboh
yang kejam
yang zalim
yang tak lazim
yang hedonistis
yang tak pantas puas
yang memperkosa zatmu sendiri
Apalagi orang lain
Perjalanan hidup sesuap nasi seteguk air
Tapi perjalanan hidup bersuap-suap
dan berteguk-teguk air
kau suap hak hidup orang banyak
kau hisap hak orang banyak
kau teguk madu sungai sampai habis inti kehidupan
kau teguk sum-sum negeri ini
kau reguk dirimu sendiri
kau kubur tanggung jawab di bawah
bawah sadarmu
sampai ragamu menenggelamkan nuranimu
kau karam ke dasar sungaiKu yang paling dalam
akuarium yang Kuciptakan tanpa tepi
tapi pasti bertepi untuk batas ketahanan zatmu
yang berasal dan diminta asal
tak seperti Aku tak berasal dan tak ada tuntutan asal
tidakkah kau mengerti?
Perjalanan hidup ini sesuai nasi dan seteguk air
Tapi perjalanan hidup bersuap-suap nasi
dan berteguk-teguk air
perjalanan
tapi
tepi
pasti
tunjukkan pada kami
suap sesuap
teguk seteguk
agar
perjalanan ini sesuap nasi dan seteguk air
dan perjalanan hidup ini tetap sesuap nasi
dan seteguk air.
oOo
Jakarta, 03 Februari 2001.
(dinukil dari buku kumpulan puisi ar.loebis)