Friday, April 19, 2024
Home > Editorial & Opini > Apa Salah Polisi?

Apa Salah Polisi?

KENAPA anggota polisi akhir-akhir ini makin kerap menjadi sasaran penembakan? Benarkah itu merupakan balas dendam dari kelompok teroris? Berbagai dugaan bisa saja terjadi, tetapi untuk mendapatkan kepastian, pihak Polri sendirilah yang harus mengungkapnya. Yang pasti penembakan terhadap anggota Polri hingga tewas harus disikapi serius. Jangan biarkan aparat terus-terusan menjadi korban.

Korban terbaru penembak gelap adalah dua anggota Polsek Pondok Aren, Bripka Maulana dan Aipda Kus Hendratma, yang tewas ketika menjalankan tugas di Jalan Graha Raya, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Jumat (16/8). Sebelumnya, Aiptu Dwiyatno (50), anggota Bimas Polsek Metro Cilandak tewas ditembak di depan Gang Mandor Jl. Otista Raya Kelurahan Ciputat, Kecamatan Ciputat Kota, Tangerang Selatan, Rabu (7/8), dan Aipda Patah Saktiyono (55), anggota Polantas Polsek Gambir, Jakarta, ditembak dua pria misterius di Pamulang, Tangerang Selatan, Sabtu (27/7).

Sebetulnya penembakan atau penyerangan terhadap anggota Polri bukan hal baru. Penembakan tidak hanya dilakukan terhadap perseorangan, tetapi juga dilakukan oleh penembak misterius terhadap pos polisi. Bahkan masjid yang berada di dalam komplek Kepolisian Resor Cirebon, Jawa Barat, April 2011 pernah diledakkan melalui bom bunuh diri. Akhir Agustus lalu seorang polisi yang berada di Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah, juga ditembak dan tewas.

Peristiwa penembakan dan serangan dengan bom bunuh diri bukan hal baru. Hanya saja penembakan terhadap anggota Polri di kota/daerah yang selama ini dianggap aman, seperti Jakarta, Banten, Depok, dan sekitarnya, merupakan isyarat bahwa kelompok penyerang polisi–siapa pun mereka–makin berani, nekat.

Peristiwa penyerangan itu tak boleh dainggap remeh. Jika tidak sanggup, tak ada salahnya minta bantuan pada lembaga keamanan atau intelijen lain. Jangan biarkan anggota polisi menjadi korban sia-sia. Siapa pun di balik penembakan harus ditindak tuntas, apakah mereka anggota terorisme, penjahat kambuhan, perampok. Polri selayaknya segera mengungkap.

Para petinggi Polri, terlebih Kapolri Jenderal Timur Pradopo, dituntut gerak cepat. Jangan lagi menunggu, berandai-andai, sementara korban terus berjatuhan. Jangan hanya sibuk mencari-cari jawaban; Apa salah polisi? Tetapi segeralah maksimalkan seluruh kemampuan, apakah itu intelijen, Densus Anti Teror (Densus 88). Maksimalkan tugas polisi di lapangan.

Sweeping atau razia senjata api ilegal saatnya tuntas. Bahkan senjata-senjata berizin pun harusnya diberikan secara ketat. Jangan semua dianggap penting, apakah itu pejabat, anggota DPR, atau anggota organisasi tertentu. Begitu pun dengan terhadap senjata mainan, Polri dituntut melakukan pembatasan, karena nyatatanya tak sedikit senjata mainan atau airsoft guns menimbulkan korban.***(SK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru